Entrepreneurial University, Tiga Sudut Pandang (Bag II)

Oleh : Nandi Nanti | Jumat, 12 Januari 2018 - 14:25 WIB

INDUSTRY.co.id - Cikarang, Pada tulisan sebelumnya (Entrepreunerial University, Apa Ukurannya? Bag I - red) sudah dibahas soal banyaknya lulusan yang mendirikan bisnis startup, yang kerap dijadikan sebagai salah satu ukuran apakah suatu perguruan tinggi (PT) sudah layak menyebut dirinya Entrepreneurial University.

Dan betulkah hal ini sudah menjadi ukuran bahwa suatu PT layak menyebut dirinya Entrepreneurial University?

Menjawab hal itu, Adhi Setyo Santoso, Direktur SetSail BizAccel, sebuah inkubator bisnis di bawah President University (PresUniv), yang juga dosen di Program Studi Business Administration PresUniv mengatakan banyak PT yang memakai pendekatan Entrepreneurial University untuk menciptakan SDM yang adaptif terhadap perubahan.

Namun, menurutnya, belum banyak PT yang mengukur seberapa entrepreneurship-kah mereka dalam aktivitas sehari-harinya.

Dan untuk mengukur, dan mewujudkan PT sebagai Entrepreneurial University, itu bisa dilakukan dengan memakai pendekatan GITA.

"Apa itu GITA? GITA adalah singkatan Growing Indonesia: a Triangular Approach, suatu pendekatan yang didukung oleh Erasmus, sebuah komisi di Uni Eropa yang mendukung kegiatan dalam bidang pendidikan, pelatihan, pemuda dan olahraga di berbagai negara," ujar Adhi.

Dijelaskannya, kata triangular di sini merujuk pada tiga sudut pandang, yakni pertama, adanya kerja sama yang erat antara universitas dengan korporasi, lalu kedua memiliki kurikulum tentang entrepreneurship atau kewirausahaan, dan terakhir yang ketiga adalah employability of graduates atau kelayakan lulusannya untuk dipekerjakan.

"Jadi, sebuah PT belum layak menyebut dirinya jika tidak memiliki kerja sama yang erat dengan korporasi, serta tidak memiliki kurikulum entrepreneurship dalam kegiatan perkuliahannya, " jelasnya.

Kemudian, muncul pertanyaan, mengapa layak dipekerjakan juga menjadi salah satu ukuran?

Harap diingat, definisi entrepreneurship disini sangat luas. Definisi ini juga bisa mencakup semangat kewirausahaan dari mereka yang bekerja sebagai karyawan. Ini biasa juga disebut dengan istilah intrapreneurship.

Dan korporasi akan maju dan berkembang bila didukung oleh SDM yang berjiwa entrepreneur.

Kemudian, tiga aspek tadi diatas, dalam konsep GITA, harus disatukan dalam sebuah ruang fisik yang disebut Growth Hub.

Hub disini merupakan sebuah tempat di mana para mahasiswa, dosen-dosen dan alumni dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam program GITA, pebisnis startups dan para pimpinan dari perusahaan bisa saling bertemu, bisa saling bertukar gagasan atau ide-ide bisnis lainnya.

Disinilah ide-ide inovasi akan lahir dan berkembang. Dan inovasi adalah roh dari entrepreneurship.

Rupanya pendekatan ala GITA ini ternyata tak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi juga dipakai oleh sejumlah PT bisnis di Uni Eropa.

Sementara di indonesia, konsep GITA dikembangkan oleh UoG Business School dan President University serta menggandeng beberapa kampus terkemuka lainnya.

GITA dikepalai oleh Prof. Neil Towers yang juga menjadi peneliti utama di UoG Business.

Di GITA, Prof Towers dibantu oleh Gideon Capie yang juga Funding Manager di UoG Business School, dan Nadine Sulkowski, Lead of International Development di universitas tersebut.

Menurut Prof Towers, kurangnya budaya entrepreneurial, ruang dan tempat yang pas, serta sumber daya dan interaksi antara universitas di Indonesia dengan perusahaan-perusahaan, sebagai tantangan penting dalam penerapan GITA.

"Melalui GITA, dengan triangular approach-nya, UoG Business School memperkenalkan alat ukur untuk menilai apakah suatu universitas sudah menjadi Entrepreneurial University atau belum," katanya.

Adapun alat ukur yang dimaksud disebut HEInnovate, yakni sebuah peranti self assesment online untuk menilai apakah suatu lembaga pendidikan tinggi sudah membangun iklim entrepreneurship di lingkungan kampusnya.

"Dengan HEInnovate, lembaga pendidikan tinggi dapat menilai sendiri soal ini, " sambung Prof Towers.

Lantas apa saja yang diukur melalui HEInnovate ini, sekurang-kurangnya ada tujuh dimensi. Kita akan membahas soal ini pada tulisan berikutnya (bag III-red).