INDEF: Pertumbuhan Industri Manufaktur Sepanjang 2018 Akan Tumbuh Stagnan di Angka 5 Persen

Oleh : Ridwan | Jumat, 05 Januari 2018 - 10:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Industri manufaktur masih menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan beberapa sektor industri manufaktur yang melebihi pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2017.

Namun, berdasarkan Data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari Nikkei di Desember 2017 turun ke posisi 49,3, dibanding bulan November yang sebesar 50,4. Penurunan ini merupakan kali pertama PMI tercatat di bawah titik netral 50, sejak Juli 2017.

Penurunan di bawah titik 50 PMI ini sebagian disebabkan oleh penurunan pada produksi untuk pertama kalinya dalam tiga bulan. Terlebih lagi, tingkat penurunan merupakan yang tercepat sejak bulan Juli.

Hal tersebut bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia di tahun ini. Apalagi manufaktur menjadi salah satu sektor penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar Indonesia.

Dengan kondisi ini, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan pertumbuhan industri manufaktur sepanjang 2018 akan tumbuh stagnan di angka 5 persen.

"Penyebab utamanya dari sisi permintaan domestik belum sepenuhnya pulih terutama kelas menengah," ujar Bhima di Jakarta (4/1/2018).

Ia menambahkan, selain itu, share industri manufaktur terhadap PDB pun terus menurun di bawah 20 persen. "Porsi ini terbilang paling rendah sejak era reformasi," terang Bhima.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, ekspor memang masih menjadi andalan, tetapi lebih didominasi ekspor barang mentah bukan produk industri. Tantangan lainnya adalah kenaikan bahan bakar non subsidi yang bisa berimplikasi pada mahalnya biaya produksi.

"Industri manufaktur skala menegah besar masih akan terua melakukan efisiensi," tambah Bhima.

Disisi yang lain, tambahnya, masih ada industri yang akan bertahan. Misalnya, makanan minuman dan tekstil, lantaran adanya kegiatan sepanjang tahun 2018, mulai dari pilkada hingga Asian games.

Untuk industri tekstil, lanjutnya, tahun ini mulai tumbuh positif seiring permintaan Amerika dan Eropa membaik. Peluang bagi industri dalam negeri yaitu terus melakukan ekspansi ke luar negeri dengan peningkatan kualitas dan perluasan pasar.

Bhima menekankan, paling penting dan genting sekarang adalag penurunan harga gas untuk industri dengan mendorong infrastruktur gas. "Pasalnya, beban produksi paling signifikan tahun ini ada di biaya energi," tuturnya.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan subsektor yang akan memacu pertumbuhan manufaktur nasional di tahun 2018, yaitu industri baja dan otomotif, elektronika, kimia, farmasi, serta makanan dan minuman.

Subsektor ini diharapkan mampu mencapai target pertumbuhan industri pengolahan non-migas tahun 2018 yang telah ditetapkan sebesar 5,67 persen.

Kemenperin meyakini, sektor manufaktur masih menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.