Setya Novanto Tidak Ingin Jadi Penyebar Fitnah

Oleh : Herry Barus | Kamis, 04 Januari 2018 - 18:04 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Maqdir Ismail selaku pengacara Setya Novanto menyatakan kliennya tidak ingin mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator (JC) agar tidak menjadi penyebar fitnah.

"Kami belum pastikan mau mengajukan JC atau tidak. Kami tidak mau karena JC itu menyebut nama orang. Kami tidak mau jadi sumber fitnah," kata Maqdir usai menjalani sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/1/2017)

Dalam putusan sela, Majelis hakim menolak keberatan Setya Novanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP Elektronik (KTP-E) sehingga persidangan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada pekan depan.

Maqdir menyatakan pihaknya tidak ingin menjadikan Setya Novanto sebagai "bulan-bulanan tukang fitnah" seperti sidang-sidang sebelumnya.

"Saya kira itu yang harus dilihat secara baik. Untuk menjadi JC itu kita kan tidak mau menimbulkan fitnah, harus ada fakta, harus ada bukti, harus ada saksi," katanya.

Maqdir menegaskan bahwa Setya Novanto tidak bisa disebut pelaku utama. "Karena kan beliau ini DPR, itu mulai ikut di tengah, bahkan bagian akhir," katanya.

Maqdir menilai pelaku utama perkara koruspi KTP-E justru orang-orang Kementerian Dalam Negeri.

"Tapi karena majelis hakim sudah memutuskan dan putusan majelis hakim ini harus kita anggap benar dan harus kita terima," ungkap Maqdir.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah terbuka bagi semua pihak untuk menjadi JC.

"Jika terdakwa memiliki iktikad baik menjadi JC silakan ajukan ke KPK. Tentu dipertimbangkan dan dipelajari dulu. Seorang JC haruslah mengakui perbuatannya, dan kooperatif membuka peran-peran pihak lain secara lebih luas dan ingat, JC tidak bisa diberikan kepada pelaku utama," kata Febri.

Setya Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-E. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun. (Ant)