Meringis di 2017, Industri Kaca Lembaran Harapkan Konsisten Pemerintah di Tahun Depan

Oleh : Ridwan | Jumat, 29 Desember 2017 - 13:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Industri kaca lembaran di tahun 2017 mengalami situasi yang bisa dibilang mengerikan. Pasalnya, industri kaca lembaran masih berjuang mati-matian untuk survive dengan daya saing yang semakin melemah.

Ditambah lagi dengan jumlah produksi pada tahun 2017 menurun, karena pada akhir kuartal pertama 2017 (satu) tungku berhenti produksi lebih dini daripada umur teknisnya.

"Industri kaca lembaran sepanjang tahun 2017 ngos-ngosan untuk bertahan sebisanya," ujar Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan saat dihubungi INDUSTRY.co.id di Jakarta, Jumat (29/12/2017).

Ia menambahkan, membanjirnya produk impor yang masuk ke Indonesia mengakibatkan sulitnya industri kaca dalam negeri untuk bersaing.

"Banjirnya produk impor semakin membuat produsen kaca dalam negeri terhimpit, sulit berkembang dan bersaing dengan produk impor," terangnya.

Yustinus berharap pemerintah mengupayakan ekspor produk kaca bernilai tambah seperti, kaca pengaman untuk kendaraan bermotor dan bangunan, kaca cermin. "Dengan begitu industri kaca nasional akan semakin berkembang dan berdaya saing tinggi," imbuhnya.

Selain itu, tambah Yustinus, industri kaca lembaran dan pengaman terus menunggu penurunan harga gas guna menekan ongkos produksi yang semakin tinggi.

Ia menyayangkan, sangat lambannya pemerintah untuk menuntaskan permasalahan harga gas telah memakan korban satu pabrik kaca terbesar di Indonesia (PT Tossa Shakti) dikarenakan harga gas yang tinggi. "Bagi kami harga gas sangat penting dan genting," katanya.

Menurutnya, untuk industri kaca harga gas sangat menentukan efisiensi karena menyumbang 20 persen hingga 25 persen dari total biaya produksi. Dengan berhentinya satu pabrik di Jateng (PT Tossa Shankti), kapasitas produksi kaca nasional turun menjadi 1,225 juta ton per tahun dari sebelumya sekitar 1,5 juta ton per tahun.

Yustinus melanjutkan, saat ini hanya tersisa tiga pabrik lembaran kaca di Indonesia. Dan sebagian pabrik saat ini sudah menjadi importir. "Mereka melakukan itu demi menahan agar finansialnya bertahan untuk mencukupi SDM-nya," tuturnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pada tahun-tahun politik mendatang, industri kaca lembaran mengharapkan peran aktif dan uoaya pemerintah untuk menjaga suasana kondusif sehingga terhindar dari kehebohan yang kontra produktif.

"Sementara itu, kami tetap yakin Presiden konsisten untuk melunasi janjinya dalam Perpres No 40 tahun 2016 terkait penurunan harga gas untuk industri," tutupnya.