KADIN Minta Tambahan Insentif Fiskal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Zona Perdagangan Bebas (Free Trade Zone)

Oleh : Candra Mata | Sabtu, 23 Desember 2017 - 13:50 WIB

INDUSTRY.co.id -Jakarta, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Rosan P Roeslani mengusulkan tambahan insentif fiskal di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan zona perdagangan bebas (Free Trade Zone).

Seperti diketahui sebelumnya, penanaman modal di KEK sudah dijamin mendapatkan fasilitas penghapusan pajak (tax holiday).

Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 104/PMK.010/2016, di mana investor bisa mendapat pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar 20 persen hingga 100 persen.

Meski demikian, dikatakan Rosan, Investasi di 11 KEK yang sudah ada dinilai belum signifikan dan masih perlu terus ditingkatkan.

Apalagi, sebagian besar KEK tersebut bergerak di sektor-sektor strategis.

"Kami bicarakan ke Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan bagaimana KEK ini bisa lahirkan industri baru dengan kebijakan fiskalnya, sehingga KEK yang banyak di Indonesia ini bisa membawa industri berkembang," jelas Rosan dijakarta beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, kebijakan tambahan insentif fiskal ini tentu akan berdampak pada peningkatan nilai tambah dan kualitas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selain itu, Kadin juga menginginkan adanya pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) (tax allowance) sebesar 50 persen-100 persen bagi perusahaan yang berkomitmen membangun pendidikan vokasi.

Tak hanya itu, Kadin juga meminta pemerintah menerapkan tax allowance mencapai 200 persen bagi perusahaan yang aktif melakukan riset dan pengembangan (Research and Development).

Dengan kebijakan tersebut, Kadin optimis banyak perusahaan yang mau mengembangkan pendidikan vokasi demi mencetak sumber daya manusia yang unggul.

Menurut catatan Kadin, saat ini terdapat 2.416 perusahaan anggota Kadin yang sudah siap mengembangkan pendidikan vokasi.

"Kami juga melihat riset dan pengembangan di tingkat pengusaha Indonesia cukup rendah dibanding negara-negara Asia Tenggara," jelas Rosan.

Rosan juga berharap, dengan kebijakan-kebijakan fiskal tambahan itu, nantinya juga bisa meningkatkan kembali porsi industri manufaktur di dalam komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB).

Menurutnya, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB saat ini kian memprihatinkan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), komponen industri manufaktur memang masih mendominasi PDB dengan angka 19,93 persen di kuartal III.

Sayangnya, angka ini sudah jauh berkurang jika dibanding tahun 2001, di mana kontribusi manufaktur terhadap PDB hampir mencapai 30 persen.

"Kita berharap, usulan kebijakan-kebijakan perpajakan bisa segera diterapkan pemerintah agar pertumbuhan perekonomian nasional dan dunia usaha bisa meningkat dengan signifikan," pungkasnya.