Kadin Menilai Penurunan Harga Gas Industri Harus Jadi Prioritas

Oleh : Ridwan | Rabu, 22 November 2017 - 08:29 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai penurunan harga gas untuk industri harus menjadi prioritas.

"Dengan penurunan harga gas, ekonomi pengolahan akan tumbuh dengan pesat," ujar Wakomtap Industry Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, Achmad Widjaya kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Ia menambahkan, koordinasi antar Kementerian untuk membereskan masalah ini (penurunan harga gas) masih lemah. "Kalau open access belum terwujud, pemerintah akan terus bermasalah," terangnya.

Lebih lanjut pria yang sering disapa AW ini mengungkapkan, pemerintah harus lebih konsisten untuk merubah paradigma kalau gas bukan lagi sebagai pendapatan melainkan penggerak ekonomi melalui industri.

"Dengan bertumbuhnya industri, maka pendapatan negara bisa didapatkan dari pembayaran pajak, itu yang harus digarisbawahi" tambah AW.

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar mengungkapkan, dalam menurunkan harga gas industri perlu ada kehati-hatian. Pasalnya jika pemerintah terlalu banyak memberikan insentif, maka ada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang akan hilang.

"Penurunan harga gas bisa dilakukan dengan mekanisme pengurangan PNBP yang berasal dari penjualan gas bumi maupun pemangkasan harga di hulu. Namun, ada dilema di balik hal itu," ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah sendiri memberikan prioritas penurunan harga gas pada tiga industri yaitu petrokimia, pupuk, dan baja. Tahun lalu, pemerintah menetapkan harga gas industri untuk ketiga industri itu maksimal US$6 per mmbtu.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 tahun 2016 tentang Harga Gas Bumi Bagi Industri Tertentu. Namun, hal sama tak berlaku untuk industri lain.

Sementara itu, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Achmad Safiun mengungkapkan, pada awal 2015 harga minyak dunia terus turun dari US$100 per barel hingga kini menjadi di kisaran US$50 per barel.

Hal itu berdampak pada turunnya harga gas dunia. Namun, penurunan tidak terjadi pada harga gas industri domestik.

Hal sama juga dikeluhkan oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat yang mengatakan, tingginya harga gas sebagai sumber energi primer telah menyandera industi tekstil Indonesia.

"Saat ini harga gas untuk industri tekstil masih cukup tinggi yaitu US$8,9 per MMBTU. Idealnya harga gas industri turun menjadi US$5-6 per MMBTU," kata Ade.

Dalam lima tahun terakhir, sekitar 12 pengusaha menjual usahanya karena kesulitan akibat tingginya biaya produksi. "Biaya pengadaan gas mencapai 20-25 persen dari biaya produksi. Jadi dampaknya cukup signifikan," tambahnya.

Tingginya harga gas membuat industri tekstil dalam negeri sulit bersaing dengan industri luar negeri. Sebab harga gas di sejumlah negara ASEAN lebih rendah jika dibandingkan dengan Indonesia.