Perbankan Syariah Diminta Ikut Biayai Infrastruktur di Indonesia

Oleh : Ahmad Fadli | Senin, 13 November 2017 - 13:00 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Bambang Brodjonegoro mengimbau pelaku bisnis perbankan syariah ikut berpartisipasi penyukseskan berbagai proyek infrastruktur. Hal ini juga sebagai langkah optimalisasi pengelolaan keuangan syariah di Indonesia.

“Peluangnya sangat besar dan kesempatan bagi bank syariah untuk memperluas perannya seperti bank konvensional umumnya. Kalau bank konvensional bisa, harusnya bank syariah juga bisa  dengan pola dan skim sesuai ketentuan syariah,” kata Bambang menutup seminar mengenai pembiayaan infrastruktur dengan skim syariah yang merupakan rangkaian acara ISEF di Surabaya, Minggu (12/11/2017).

Bambang menegaskan apalagi melihat kebutuhan dana untuk infrastruktur yang besar.  Sampai dengan 2019 terdapat kebutuhan Rp 4.800 triiun untuk pembangunan infrastruktur. Sementara kemampuan dana APBN dan APBD memiliki porsi terbesar. Tapi hanya bisa menjangkau 40 persen atau hampir 2.000 triiun.  Sementara BUMN yang memiliki fokus infrasrutur dengan kemampuan tambahan modal dan pinjaman juga hanya menjangkau 22 persen.

“Jadi pemerintah dan BUMN hanya menjangkau 63 persen. Masih ada gap 37 persen ini yang kita dorong terus partisipasi swasta. Artinya dua skim baik swasta yang skim konvesional dan syariah sama-sama berpeluang,” jelas Bambang.

Menurut Bambang untuk bisa memperkuat peran syariah dalam pembiayaan infrastrutur sangat ditentukan oleh peningkatan kapasitas bank syariah itu sendiri. Karena itu, Bambang berharap suatu saat Indonesia memiliki bank syariah dengan kapasitas yang besar sehingga mampu berperan lebih besar lagi. “Keuangan syariah sebenarnya telah hadir di Indonesia lebih dua dasawarsa. Namun, perkembangannya belum sesuai harapan dengan beberapa kendala,” jelasnya.

Bambang menambahkan tercermin dari pangsa pasar keuangan syariah Indonesia yang masih relatif kecil, yaitu hanya 5,3 persen terhadap industri perbankan nasional pada 2016. Meski tahun 2017 ini meningkat, belum sesuai harapan. Berada jauh di bawah negara-negara lainnya seperti Arab Saudi yang mencapai 51,1 persen, Malaysia 23,8 persen, dan Uni Emirat Arab (UEA) 19,6 persen.