Produksi Alkohol Lemak Nabati 'van' Dumai, Hajat Besar Sinar Mas Cepsa

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Minggu, 05 November 2017 - 15:13 WIB

INDUSTRY.co.id - Dumai, Sebuah pabrik oleokimia di Dumai memulai produksi alkohol lemak (fatty alcohol) di pabriknya yang berkapasitas produksi tahunan sebesar 160.000 metrik ton per tahun.

Sinar Mas Agribusiness and Food dan Cepsa sebagai pemilik telah merogoh kocek sebesar Rp4,77 triliun untuk pembangunan pabrik tersebut.

Ada hajat besar di Dusun Nerbit Kecil, Kelurahan Lubuk Gaung, Dumai, Provinsi Riau pada pertengahan September lalu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pun berkenan menyempatkan hadir di dusun yang terletak di pesisir kota Dumai ini, dengan didampingi oleh Gubernur Provinsi Riau Arsyadjuliandi Rachman dan Walikota Dumai Zulkifli AS.

Adalah Sinar Mas Cepsa, sebuah usaha patungan antara Sinar Mas Agribusiness and Food dan Cepsa, perusahaan energi terpadu yang berbasis di Madrid, Spanyol sebagai empunya hajat hari itu. Sinar Mas Cepsa hari itu, 14 September 2017 meresmikan pabrik oleokimia pertamanya di Indonesia, dengan investasi senilai 300 juta Euro atau setara dengan nilai Rp 4,77 Triliun.

Sedikit informasi saja, Sinar Mas Agribusiness and Food adalah perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di dunia yang terintegrasi secara vertikal. Sementara Cepsa adalah perusahaan energi terpadu yang telah dikenal sebagai pemimpin di dunia dalam produksi alkilbenzena linier (LAB) yang digunakan untuk membuat deterjen berbahan dasar organik yang dapat terurai (biodegradable).

Tentu berkesempatan pula untuk hadir dalam persemian tersebut, CEO Sinar Mas Agribusiness and Food, Franky O Widjaja dan CEO Cepsa Pedro Miro.

Pabrik Sinar Mas Cepsa di Dumai ini memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 160.000 metrik ton alkohol lemak per tahun. Pabrik yang dibangun selama dua tahun tersebut akan memproduksi alkohol lemak (fatty alcohol) dari minyak inti sawit berkelanjutan sebagai bahan utama pembuatan produk yang digunakan sehari-hari seperti bahan pembersih rumah tangga dan produk perawatan pribadi.

Sejauh ini alkohol lemak berbasis nabati memang kian diminati oleh pasar global sebagai bahan baku untuk produk perawatan pribadi dan deterjen cair.

Disampaikan Franky O Widjaja, Pabrik ini secara langsung memberikan lapangan pekerjaan bagi 300 tenaga kerja Indonesia. Juga akan mendukung pertumbuhan industri bahan kimia di Indonesia melalui transfer pengetahuan serta penerapan teknologi terdepan dalam memproduksi alkohol lemak dari bahan baku nabati yang berkelanjutan.

Pabrik Dumai ini sepenuhnya telah beroperasi secara mandiri. Pabrik ini mampu menghasilkan listrik sendiri, mengolah limbah dan mengelola logistiknya sendiri. Selain itu, Pabrik Dumai memiliki lokasi yang strategis, bersebelahan dengan Kilang minyak Lubuk Gaung milik Sinar Mas Agribusiness and Food yang memasok minyak inti sawit untuk pabrik tersebut.

Kilang Minyak Lubuk Gaung telah memperoleh sertifikasi RSPO dan dapat ditelusuri asal bahan bakunya. Di masa mendatang, hasil produksi dari Pabrik Sinar Mas Cepsa di Dumai ini akan menyasar pasar-pasar di Asia.

"Usaha patungan ini diciptakan dengan visi untuk menjadi produsen alkohol lemak berbasis nabati serta turunannya yang terdepan dengan skala global dan dengan pasokan bahan baku yang berkelanjutan, kata Franky.

Ia juga menyebutkan bahwa integrasi vertikal Sinar Mas Cepsa dan peluncuran pabrik di Dumai ini merupakan langkah penting yang perusahaan lakukan untuk mencapai visi sebagai produsen alkohol lemak berbasis nabati berskala global.

Melalui usaha patungan ini kami dapat meningkatkan nilai tambah bagi produk turunan kelapa sawit dan terus mencipatakan lapangan kerja di Indonesia," imbuhnya.

Sementara itu Vice Chairman dan CEO Cepsa, Pedro Mir mengungkapkan, divisi kimia Cepsa adalah kunci utama dalam strategi pertumbuhan perusahaan, mengingat divisi ini memiliki portofolio yang luas dan beragam khususnya untuk industri kimia.

Unit-unit bisnis di mana kami beroperasi adalah yang terdepan. Menambah rantai nilai alkohol lemak berbasis nabati merupakan langkah terbaru dalam rencana internasionalisasi kami. Dan sangatlah penting bagi kami untuk bermitra dengan para ahli dalam bidangnya yang terpercaya dan bereputasi baik, kata Miro.

Diakui CEO Sinar Mas Cepsa, Kung Chee Whan, Cepsa memang ingin memperluas portofolio petrokimia dengan produk berbasis nabati dalam bisnisnya. Karena itu, ia menilai langkah kemitraan Cepsa dengan Sinar Mas Agribusiness and Food, sebagai salah satu produsen kelapa sawit besar di dunia adalah pilihan yang tepat.

Bentuk kemitraan yang menggabungkan kekuatan dari kedua sisi terlihat dari pabrik kami di Dumai. Pabrik ini memanfaatkan teknologi dan keahlian Cepsa pada oleokimia dan mengandalkan bahan baku yang berkelanjutan dari Sinar Mas Agribusiness and Food, ujar Kung Chee Whan.

Sejatinya bagi Cepsa proyek ini adalah hal yang baru bagi perusahaan. Kemitraan ini menjadi langkah pertama kalinya bagi Cepsa dalam memproduksi bahan kimia yang tidak berasal dari minyak, namun berbasis nabati, di lokasi yang baru dan juga masuk ke dalam pasar yang baru.

Sebagai grup usaha di bidang energi, yang saham sepenuhnya dimiliki oleh International Petroleum Investment Company (IPIC), Cepsa beroperasi pada setiap tahap rantai nilai hidrokarbon, dari eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, penyulingan, distribusi dan pemasaran minyak mentah dan alam turunan gas alam, hingga memproduksi biofuel dan masuk ke bisnis penjualan listrik dan kogenerasi.

Cepsa telah mengembangkan divisi bahan kimia vital yang terintegrasi erat dengan bisnis penyulingan yang akan memproduksi dan memasarkan bahan baku untuk produk bernilai tambah tinggi.

Sementara itu di level hulu, Sinar Mas Agribusiness and Food yang beroperasi di bawah Golden Agri-Resources Ltd (GAR) terus mengupayakan peningkatan kualitas pasokan bahan baku oleokimia lewat produksi crude palm oil dan kernel oil dari sejumlah pabrik dan perkebunannya, khususnya di provinsi Riau.

Langkah peningkatan kualitas produksi ini salah satunya dilakukan dengan cara melakukan penanaman kembali atau replanting perkebunan sawitnya yang sudah memasuki usia mature. Adalah Perkebunan kelapa sawit Sinar Mas Lima yang membawahi seluruh perkebunan di Provinsi Riau, tengah gencar melakukan replanting untuk meningkatkan produksi.

Diungkapkan CEO Perkebunan Sinar Mas Lima, Franciscus Costan saat ditemui media di areal perkebunan perusahaan di Libo Provinsi Riau, untuk tahun 2017 ini terdapat sekitar 3.500 hektare (ha) lahan kelapa sawit yang diremajakan.

Program replanting ini merupakan lanjutan dari program replanting sebelumnya yang sudah dimulai sejak tahun 2012. Sebelumnya, Sinar Mas Lima telah menggelar replanting di lahan seluas 15.000 ha.

Di provinsi Riau, Franciscus Costan bertangung jawab atas lahan perkebunan sawit seluas 84.755 ha, yang tersebar di Siak, Kampar, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Dari luas lahan tersebut, sebanyak 50.054 ha merupakan perkebunan inti dan 32,972 ha merupakan perkebunan plasma dan sisanya 477 ha merupakan perkebunan swadaya.

"Kami targetkan semua program replanting ini, termasuk milik petani plasma dan swadaya dapat rampung pada tahun 2027," ujarnya.

Perusahaan sendiri disebutkannya telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per hektare, atau sekitar Rp 175 miliar untuk program replanting perkebunan sawit seluas 3.500 ha pada tahun ini. Anggaran ini sebagian berasal dari pinjaman perbankan dan sisanya dari kas perusahaan.

Anggaran tersebut termasuk untuk pembelian bibit, biaya penanaman dan pemupukan hingga usia pohon tiga sampai empat tahun. Sejauh ini pohon sawit milik Sinar Mas di areal ini sudah mampu berbuah di usia tiga setengah tahun.

Langkah replanting dipastikan mampu meningkatkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) rata-rata menjadi 27 ton sampai 28 ton TBS per herktare setiap tahun, dengan rendemen 25% atau menghasilkan 7 ton crude palm oil (CPO) per ha.

Sementara tanaman yang masuk periode mature yang ada saat ini masih memiliki rata-rata rendemen 20%-21% CPO per ha. Untuk memastikan produknya diterima pasar, Franciscus bilang pihaknya juga sudah mengantongi sertifikat ISPO dan RSPO. Sementara untuk perkebunan plasma sebegian besar juga mengantongi sertifikat RSPO dan sebagian ISPO