Kejagung Kemungkinan Periksa Menhub Kasus Pesawat Grand Caribou

Oleh : Herry Barus | Sabtu, 21 Oktober 2017 - 06:27 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Kejaksaan Agung tidak tertutup kemungkinan memeriksa Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terkait dengan dugaan korupsi pengadaan pesawat terbang Grand Caribou yang jatuh di Mimika, Provinsi Papua, 31 Oktober 2016.

"Panggil bisa sih bisa. Akan tetapi, perlu atau tidak (pemanggilan itu). Kami bisa panggil siapa pun," kata Jaksa Agung H.M. Prasetyo di Jakarta, Jumat (20/10/2017)

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 160 Tahun 2015 tentang Peremajaan Armada Pesawat Udara Angkutan Udara Niaga menyatakan penggunaan pesawat udara hingga batas 30 tahun.

Pesawat itu diproduksi pada tahun 1960 oleh pabrikan Viking Air Limited (De Havilland) di Kanada dan direka ulang oleh Pen Turbo Aircraft Inc (Penta Inc). Reka ulang pesawat dengan mengganti mesin dan beberapa komponen lainnya sebelum menjual kembali kepada pihak swasta rekanan Pemerintah Kabupaten Puncak, Papua, yang memenangi proyek pengadaan senilai Rp116 miliar.

Kendati demikian, pihaknya akan mendalami lagi kasus dugaan korupsi tersebut. "Kami ingin mendalaminya kalau ada penyimpangan dalam pengadaan pesawat tersebut," katanya seperti dilansir Antara.

Ia menjelaskan bahwa sebenarnya pengadaan pesawat itu merupakan inovasi dari bupati karena ingin membuka keterisolasian daerah tersebut.

"Mereka mengadakan pesawat itu, ternyata secara teknis jatuh," katanya.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Warih Sadono di Jakarta, Selasa malam, mengatakan bahwa penyidikan dugaan pengadaan pesawat tersebut masih berjalan dengan mengumpulkan alat bukti, terutama terkait dengan informasi jaminan asuransi yang cair dan sudah masuk ke rekening pemda.

Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) menyebutkan dalam laporannya kepada Kejaksaan Agung pada bulan September 2016, pengadaan pesawat Grand Caribou menghabiskan dana sebanyak Rp116 miliar, bahkan dengan biaya lain-lainnya mencapai Rp146 miliar.