Oknum Lurah Lengkong Kulon Diduga 'Jual' Lahan Warga ke Developer

Oleh : Hariyanto | Rabu, 11 Oktober 2017 - 16:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Tangerang - Memasuki masa tuanya, Juned hanya bisa berdoa dan berupaya untuk mendapatkan haknya atas tanah yang diduga dicaplok aparatur Pemerintah Kabupaten Tangerang.

Tanah seluas 2200 m2 dan 7000 m2 tersebut kini berfungsi sebagai SMP Negeri Pagedangan. Adalah Oknum Lengkong Kulon, ES yang diduga membuat tumpang tindih SK Kanwil BPN Propinsi Jabar dengan SK Kepala Inspeksi Agraria Djawa Barat tanggal 19.10.1963 No. A.64/VIII-50/1963.

Padahal, Juned kala itu hanya meminjamkan lahannya untuk digunakan sementara untuk pendidikan. Juned sendiri mengaku tidak pernah menjual tanahnya dan bahkan diketahui tahun 1987 lurah saat itu yang bernama Matsaih masih meminjam tanah padanya untuk kepentingan pendidikan.

Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik Yanuar Wijanarko meminta aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi atas dugaan yang dilakukan oknum lurah tersebut.

"Sesuai Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), mempersyaratkan bahwa penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual. Jika jual beli tersebut telah terjadi dan tanpa tanda tangan para ahli warisnya sebagai pemiliknya, maka jual beli atau pengalihan kepemilikan tanah tersebut batal," kata Yanuar di Jakarta, Rabu 11 Oktober 2017.

Pemilik asli tanah tersebut, kata Yanuar, dapat menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga. Yakni dapat melakukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPer.

"Jika sudah terbukti tanah tersebut milik Juned, maka tindakan menjual tanah milik orang lain dapat dipidana sebagaimana dalam KUHP pasal 385 dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun," ujar dia.

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meminta Pemerintah menjadikan masalah ini sebagai momentum menegakkan aturan kepemilikan tanah atau agraria tanpa diskriminasi.

Kalau tidak ada tindakan tegas, Margarito mengkhawatirkan hal ini dapat menjadi preseden buruk. Pelanggaran yang sengaja dilakukan tentunya akan menghambat terciptanya pemerintahan yang bersih dan melayani masyarakat.

"Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas untuk menegakkan aturan dengan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran tersebut,'' tambahnya.

Kejadian ini jelas bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Jokowi yang telah membuat program kembali Redistribusi tanah/lahan kepada petani (program 21,7 juta ha dalam program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), yang diutamakan pada penduduk dengan ekonomi lemah, sesuai amanah pasal 11 dan 15 UUPA.

Asal tahu saja, Juned telah menggarap tanah ini sejak tahun 1952 kemudian turun SK Redis 1963 dan mengukuhkan penggarapannya, setelah ia bayar biayanya lunas tahun 1978, empat tahun kemudian terjadi pemalsuan surat, ada pihak yang mengaku Ketua LKMD Desa Lengkong Kulon tahun 1982 membeli tanah Juned untuk keuntungan Desa Lengkong Kulon.

Padahal Dasar Kepemilikan Juned telah dijamin oleh UUPA sah berdasarkan PDA No. 4 th 1967 Girik No. 805 b. persil No. 45 luas 9200 m2 jo SK Kepala Inspeksi Agraria Djawa Barat tanggal 19.10.1963 No. A.64/VIII-50/1963 a.n. Djuned Senen (al.Djuned Sanan) dan telah dibayar dengan tertib oleh Juned, sehingga praktis sejak tahun 1978, dirinya berhak mengurus sertifikat hak milik sesuai peruntukan tanahnya untuk tanah pertanian.