Rupiah Dinilai Relatif Terpengaruh Ketegangan Diplomasi AS-Turki

Oleh : Herry Barus | Rabu, 11 Oktober 2017 - 06:27 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Analis keuangan dan VP Market Research FXTM Jameel Ahmad mengatakan nilai mata uang rupiah dinilai relatif tidak terpengaruh dengan kondisi ketegangan diplomatik antara pemerintah Amerika Serikat dan Turki.

"Lira Turki sangat melemah melawan dolar AS dan mencatat rekor terendah pada Senin, setelah meningkatnya ketegangan diplomatik antara AS dan Turki," kata Jameel Ahmad, Selasa (10/10/2017)

Namun, menurut dia, hal tersebut diperkirakan tidak menimbulkan risiko besar bagi sejumlah mata uang lainnya seperti rupiah yang ternyata menunjukkan sedikit penguatan.

Kalangan investor, lanjutnya, tampaknya bakal lebih menyoroti terhadap hasil pertemuan bank sentral AS pada Rabu mendatang untuk menentukan apakah suku bunga acuan AS akan naik atau tidak.

Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Senin (9/10) mengecam keputusan Kedutaan Besar AS untuk menghentikan layanan visa non-imigran di Turki di tengah percekcokan diplomatik.

"Keputusan kedutaan besar tersebut untuk menghentikan semua permohonan visa non-imigran mengecewakan," kata Erdogan dalam taklimat bersama timpalannya dari Ukraina Petro Porochenko di Ibu Kota Ukraina, Kiev, kata kantor berita Turki, Anadolu.

Presiden Turki itu, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi, mengatakan ia telah menyarankan para pejabat Kementerian Luar Negeri Turki agar menanggapi "berdasarkan peraturan timbal-balik".

Pada Ahad, Kedutaan Besar AS di Ankara mengumumkan telah membekukan layanan visa non-imigran di semua instalasi diplomatiknya di Turki. Sebagai tanggapan, Kedutaan Besar Turki di Washington selanjutnya membekukan layanan visa non-imigran di AS dengan alasan keprihatinan keamanan.

Pertikaian antara kedua negara tersebut dipicu oleh penangkapan baru-baru ini atas Metin Topuz, pegawai Konsulat AS di Istanbula. Topuz dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok tokoh agama yang berpusat di AS, Fethullah Gulen --yang disalahkan atas upaya kudeta 15 Juli 2016, yang menewaskan 249 orang di Turki.

Pada Senin pagi, Kementerian Luar Negeri Turki memanggil wakil sekretaris Kedutaan Besar AS, dan mendesak pembatalan segera keputusan itu.(Ant)