Pengusaha Kaca Desak Pemerintah Turunkan Harga Gas Jika Tidak Ingin Ada Korban Lagi

Oleh : Ridwan | Senin, 09 Oktober 2017 - 17:10 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Industri kaca lembaran dan pengaman terus menunggu penurunan harga gas guna menekan ongkos produksi yang semakin tinggi.

Seperti diketahui, sejak dikeluarkannya instruksi Presiden pada tanggal 4 Oktober 2016 terkait harga gas untuk industri sebesar US$ 5-6 per MMBTU, sampai saat ini belum terealisasi.

Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan, diabaikannya penurunan harga gas ini membuat industri sudah jatuh tertimpa tangga.

"Sangat lambannya pemerintah telah memakan korban satu pabrik kaca terbesar di Indonesia (PT Tossa Shakti) dikarenakan harga gas yang tinggi. Bagi kami harga gas sangat penting dan genting," ujar Yustinus kepada INDUSTRU.co.id di Jakarta, Senin (9/10/2017).

Ia menambahkan, deindustrialisasi kaca lembaran saat ini sudah terjadi karena tidak diperbaharuinya satu tungku di dalam negeri. "Deindustrialisasi kita sudah dibaca oleh investor China yang menanamkan investasinya di Malaysia dan sudah mengekspor hasilnya ke Indonesia beberapa bulan terakhir ini," tambahnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, kalau kita lihat sampai sekarang privat company bekum dapat penurunan harga gas. Kami tidak tahu kendalanya apa, kita sudah sering kali bertemu dengan Kementerian ESDM dan Ombidsman, tetapi tidak ada respon cepat sampai saat ini.

"Kita tidak bilang berapanya, yang penting harga gasnya turun, karena ini yang membuat seret investasi. Kenapa investor tidak ke Indonesia, karena kita kurang konsisten," tegas Yustinus.

Untuk industri kaca, harga gas sangat menentukan efisiensi karena menyumbang 20 persen hingga 25 persen dari total biaya produksi. Dengan berhentinya satu pabrik di Jateng (PT Tossa Shankti), kapasitas produksi kaca nasional turun menjadi 1,225 juta ton per tahun dari sebelumya sekitar 1,5 juta ton per tahun. "Kapasitas produksi kita masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya," tegasnya.

Yustinus melanjutkan, saat ini hanya tersisa tiga pabrik lembaran kaca di Indonesia. Dan sebagian pabrik saat ini sudah menjadi importir. "Mereka melakukan itu demi menahan agar finansialnya bertahan untuk mencukupi SDMnya," katanya.

Yustinus berharap pemerintah segera merealisasi penurunan harga gas jika tidak ingin memakan korban berijutnya. "Bagi kami begitu pabrik tutup akan sukit untuk memulihkan kembali dan memerlukan waktu yang sangat panjang. Kami tidak berharap pemerintah menurunkan harga gas banyak-banyak, tergantung keikhlasan pemerintah," tandasnya.