Pacu Pertumbuhan Industri, Pemerintah Permudah Impor Bahan Baku dan Barang Modal

Oleh : Ridwan | Rabu, 20 September 2017 - 06:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri (KPAI) Kementerian Perindustrian, Harjanto mengatakan, pemerintah terus komitmen mempermudah impor bahan baku dan barang modal guna mendukung pertumbuhan industri nasional.

"Pemerintah mempertimbangkan permudahan barang-barang yang masuk untuk menunjang industri. Seperti diketahui, saat ini hampir 90 persen struktur impor Indonesia berupa bahan baku dan barang modal," ujar Harjanto di Jakarta (19/9/2017).

Selain itu, menurut Harjanto, industrialisasi bakal dilakukan di luar Pulau Jawa. "Tujuannya adalah mendorong tidak hanya di Jawa dan bergeser ke wilayah lain. Kawasan industri akan dibangun jadi kota baru," terangnya.

Sementara Kepala Badan Pengembangan dan Pengkajian Peradagangan Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri menyatakan, saat ini jajarannya tengah membuat studi untuk menyederhanakan tata niaga impor. "Mengurangi jumlah lartas (pelarangan dan pembatasan) di border dengan melakukan pergeseran pengawasan ke post-border," ujar Kasan.

Menurutnya, Kemudahan itu bakal memperlancar impor bahan baku. Namun, pengawasan di daerah bakal diperketat agar tidak terjadi kecurangan. Rencananya, pemerintah bakal menggunakan sistem elektronik untuk mengecek standar dan kebenaran dokumen.

Kebijakan ini bakal dilakukan karena masih ada 49 persen komoditas dalam 10 ribu kategori harmonized system (HS) yang dikenai bea. Padahal, mengacu pada negara-negara di Asia Tenggara, hanya 17 persen komoditas yang masih dikenai bea.

Disisi lain, Ahli Ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri. Dia menyatakan industrialisasi tidak haya memperkuat struktur ekonomi tapi juga struktur demokrasi.

Faisal menyarankan pemerintah agar memperhatikan industri yang sudah ada sebelum memunculkan industri yang baru. "Berikan proses transisi supaya bisa jalan dengan transparan, dunia usaha pada dasarnya ingin jalan yang lurus," tuturnya.

Lebih lanjut, Faisal menegaskan, kebijakan pemerintah yang salah bisa membuat industri yang sudah ada tidak bergairah dan memungkinkan pemindahan pabrik produksi. "Konsekuensinya, nilai tambah yang didapatkan negara dari industri besar bisa hilang," tutup Faisal.