Faisal Basri: Industrialisasi Satu-satunya Jalan Meredam Ketergantungan Terhadap Komoditas

Oleh : Ridwan | Selasa, 19 September 2017 - 14:09 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Perekonomian Indonesia dalam beberapa waktu kedepan tidak bisa lagi bergantung kepada komoditas. Industrialisasi merupakan satu-satunya jalan bagi Indonesia untuk meredam ketergantungan terhadap komoditas.

Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri dalam diskusi bertajuk Menagih Nawacita: Penguatan Industri untuk Menciptakan Kemandirian Ekonomi, di Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (19/9/2017).

"Dari era tahun 50-an sampai sampai sekarang kita masih ngomongnya soal komoditas melulu, tergambar dari struktur ekspor kita yang masih cukup mengandalkan komoditas. Padahal, industrialisasi merupakan salah satu langkah yang dapat mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap naik turunnya komoditas," ujarnya.

Menurutnya, industrialisasi merupakan suatu keharusan bagi Indonesia untuk memperkuat struktur ekonomi domestik. Penguatan manufaktur juga merupakan langkah paling efektif untuk mendongkrak jumlah penduduk kelas menengah. Sebab penyerapan tenaga kerja Indonesia masih didominasi sektor pertanian.

"Industrialisasi cara ampuh untuk menumbuhkembangkan kelas menengah. Dia tidak hanya memperkuat struktur ekonomi tapi struktur demokrasi. Karena kelas menengah yang kuat adalah ujung tombak dari industrialisasi yang sehat," kata Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI ini.

Lebih lanjut, Faisal menjelaskan, ekonomi Indonesia bertopang terhadap kinerja manufaktur yang peranannya lebih tinggi dibanding sektor lain dalam pembentukan PDB. Hanya saja, kontribusi manufaktur terhadap ekonomi nasional terus meredup selepas era krisis 1998. Peranan manufaktur terhadap ekonomi RI mencapai 29,05 persen pada 2001. Angka itu terus menyusut hingga akhirnya hanya menjadi sebesar 20,26 persen pada semester pertama 2017.

Sebagai perbandingan, peranan manufaktur dalam ekonomi pada negara-negara Asia Timur dan Pasifik kebanyakan melebihi Indonesia. Peranan manufaktur terhadap ekonomi China dan Korea Selatan mencapai 29,7 persen. Sementara itu, sumbangan manufaktur terhadap ekonomi Malaysia dan Thailand masing-masing sebesar 30,9 persen dan 31,1 persen.

Perlambatan sektor manufaktur di Indonesia justru bertolak belakang dengan pesatnya laju pertumbuhan sektor jasa. Peranan sektor jasa bahkan sudah melampaui 50 persen PDB sejak 2010. Pada semester pertama 2017, peranan sektor jasa terhadap ekonomi nasional sudah mencapai 58,2 persen.

Periode pertumbuhan pesat sektor manufaktur berlangsung ketika era 60—70an dengan rerata pertumbuhan sebesar 11,6 persen per tahun. Pada periode tersebut, rerata pertumbuhan ekonomi RI mencapai 8,1 persen.

Bahkan, manufaktur semakin terakselerasi pada era 70—80an tatkala pertumbuhan industri hampir dua kali lipat dibanding pertumbuhan PDB. Rerata pertumbuhan manufaktur kala itu tercatat sebesar 14,2 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu yang sama mencapai 7,5 persen setiap tahun.