Saatnya Energi Terbarukan Jadi Tulang Punggung Nasional

Oleh : Herry Barus | Kamis, 22 Desember 2016 - 10:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Energi terbarukan layak menjadi tulang punggung sektor energi nasional karena ketergantungan terhadap energi fosil seperti minyak dan gas bumi dinilai masih rentan dalam mempengaruhi kualitas anggaran negara.

"Pengembanganya (energi terbarukan) masih jauh untuk mampu secara gradual menjadi tulang punggung energi nasional," kata Kelompok Komisi VII Fraksi PKS Rofi Munawar dalam catatan fraksinya tentang energi di Jakarta, Rabu (21/12).

Apalagi, Rofi Munawar mengingatkan perhitungan "cost recovery" terus mengalami kenaikan, serta perolehan "lifting" migas kian rendah, serta tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dinilai masih dalam kondisi tinggi.

Semua hal tersebut, dinilainya masih menjadi catatan kurang baik sektor ESDM pada tahun 2016.

Rofi menjelaskan tercatat tunggakan PNBP di sektor energi sampai dengan 2016 sudah mencapai Rp13,1 triliun. Dari tunggakan tersebut di antaranya untuk sektor minyak dan gas bumi sebesar Rp4,4 triliun atau setara US$ 336,17 juta.

Jumlah tersebut, lanjutnya berasal dari temuan 143 kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) yang belum melunasi sisa kewajiban keuangan pada 30 wilayah kerja.

Sebagaimana diwartakan, diversifikasi sumber energi merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil yang tidak terbarukan, utamanya minyak dan gas bumi (migas).

"IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia) sangat mendorong adanya berbagai upaya termasuk mendorong diversifikasi energi agar tidak terlalu bergantung pada pasokan energi dari migas," kata Ketua IATMI Alfi Rusin.

Menurut Alfi Rusin harga minyak yang masih rendah telah menghambat sejumlah aktifitas pencarian cadangan baru sehingga juga menyebabkan ketersediaan energi migas di Indonesia menjadi semakin berkurang karena cadangan baru tidak ditemukan.

Untuk itu, ujar dia Indonesia memerlukan strategi perencanaan bauran energi yang persentasenya perlu ditetapkan dengan tepat sehingga keberlangsungan pasokan energi akan berkesinambungan, seimbang dan senantiasa terjaga.

Saat ini, lanjutnya berbagai negara pada belahan dunia di Eropa, Amerika, dan Asia sedang dilanda revolusi energi baru dan terbarukan yang disebabkan oleh turun drastisnya biaya energi terbarukan tersebut sehingga energi ramah lingkungan tersebut dapat bersaing dengan energi fosil.

"Momentum revolusi energi baru-terbarukan tersebut seharusnya dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia pada saat lesunya pertumbuhan produksi energi dari sektor migas dan batu bara," ucapnya dan menambahkan bauran energi Indonesia tidak hanya bergantung pada energi fosil yang jumlahnya terbatas dan semakin mahal akibat dibutuhkannya teknologi tinggi.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Energi Sumber Daya Manusia memperkirakan kebutuhan investasi pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) selama 10 tahun ke depan atau periode 2016 hingga 2025 mencapai Rp1.600 triliun.

Data Kementerian ESDM yang diperoleh di Jakarta, Jumat (25/11), menyebutkan nilai investasi tersebut untuk membangun pembangkit listrik EBT sebesar 36.300 megawatt dalam 10 tahun atau 3.630 MW per tahun hingga 2025.(Hrb)