MenKopUKM Ajak Universitas & Lembaga Inkubator Belanda Kembangkan Start-up Pertanian

Oleh : Ridwan | Kamis, 25 Januari 2024 - 09:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Belanda - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) siap menggandeng lembaga dan universitas global di Belanda dalam mendukung pengembangan start-up, khususnya di sektor pertanian di Indonesia dengan fokus utama mentransformasi sistem pertanian pangan memanfaatkan teknologi termutakhir. 

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menekankan, transformasi digital di sektor pertanian menjadi pekerjaan rumah sekaligus peluang yang dapat dimanfaatkan start-up pertanian. 

“Kami siap melakukan kerja sama dengan universitas dan lembaga inkubator yang ada di Belanda seperti Universitas Wageningen, Universitas Uthrect dan Lembaga Inkubator DotSlash Utrecht. Sebagai contoh Universitas Wageningen merupakan yang terbaik di Dunia dan satu-satunya universitas di Belanda yang fokus pada tema Healthy Food dan Living Environment,” kata MenKopUKM dalam keterangan resminya, Rabu (24/1).

Wageningen University and Research di Belanda menjadi salah satu pihak yang sedang terus dijajaki untuk dapat bekerja sama, melalui Startlife Agrifoodtech Accelerator yang telah memiliki lebih dari 400 Portofolio Start-up, dengan jumlah mentor lebih dari 50 orang, dan lebih dari 40 Global Partnership Network.  

Sedangkan untuk Universitas Utrecht, sebagai salah satu universitas tertua di Belanda yang memiliki lembaga inkubator kewirausahaan UtrechtCE (Utrecht University Centre for Entrepreneurship) dan Lembaga Inkubator kewirausahaan DotSlash Utrecht. 

Kerja sama ini diharapkan mampu berbagi pengalaman dalam membantu menciptakan usaha jangka panjang yang berdampak dan mempercepat transisi global menuju masyarakat yang berkelanjutan dan adil melalui kewirausahaan serta program akselerasi untuk start-up.

Dikatakan Teten, transformasi digital di sektor pertanian menjadi sangat penting, sekaligus peluang yang dapat dimanfaatkan start-up pertanian di Indonesia.

Dalam Agritech Report 2020 yang disusun Crowde dan DS Innovate terungkap, hingga 2019 lalu baru 4,5 juta petani memanfaatkan internet. Jumlahnya setara 13,44 persen dari total petani di Indonesia.

Sementara itu, berdasarkan data Tech in Asia, pendanaan yang mengalir ke start-up agritech terus meningkat sejak 2018 baik dari jumlah maupun nilai kesepakatan. Nilai pendanaan pada 2022 menembus 376,75 juta dolar AS (Rp 5,7 triliun). 

Jumlah pendanaan start-up pertanian pada 2022 meningkat dua kali lipat secara tahunan menjadi 27 pendanaan.

Faktor pendorongnya antara lain pendanaan Seri C yang diraih eFishery dan Sayurbox senilai total 210 juta dolar AS (Rp3,2 triliun), serta pendanaan Seri A AgriAku sejumlah 35 juta dolar AS (Rp534 miliar).

MenKopUKM mengatakan, e-commerce menjadi model bisnis yang memiliki jumlah pemain paling banyak. Kebanyakan start-up pertanian langsung menyentuh konsumen akhir (B2C), sebagian lainnya fokus menyasar pelaku usaha (B2B).

Pengembangan teknologi juga memiliki banyak pemain yang menawarkan produk IoT, kecerdasan buatan (AI), machine learning, dan berbagai perangkat lunak untuk pertanian, perkebunan, serta peternakan. 

“Kami juga melihat pertumbuhan pemain baru pada bisnis ini. Salah satu perusahaan yang mulai mendapatkan pendanaan tahap awal adalah Eratani,” ujarnya.

Ada juga Crustea, yang mulai beroperasi pada awal 2023 dan meramaikan sektor akuakultur. Start-up ini antara lain menyediakan eco-aerator (alat untuk menyuplai oksigen) kepada para pengusaha budi daya perairan, hingga sistem pemantauan proses budi daya.

“Tak hanya kalangan start-up, bagian dari korporasi seperti Agree juga meramaikan ranah agritech. Agree menawarkan solusi end-to-end untuk membantu para petani dan mitranya mengelola lahan hingga memasarkan hasil tani,” tandasnya.