Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin Makin Meresahkan, Begal Puluhan Korban Jiwa

Oleh : Ridwan | Jumat, 08 Desember 2023 - 19:05 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Aktivitas Pertambangan Tanpan Izin (PETI) di sejumlah daerah di Indonesia semakin marak dan meresahkan. 

Tidak hanya menyebabkan kerugian negara, kegiatan PETI menyebabkan puluhan korban jiwa berjatuhan dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pada tahun ini saja, kegiatan PETI telah mengakibatkan 80 korban jiwa berjatuhan. Terbaru, beberapa waktu yang lalu, terjadi insiden PETI di wilayah Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, yang memakan dua korban jiwa. 

Kejadian tersebut terjadi di Desa Mekarti Jaya, Kecamatan Taluditi. Korban meninggal tertimpa pohon saat melakukan penambangan liar pada Sabtu, (25/11) lalu. 

Kedua korban tidak menyadari saat pohon di dekat mereka tumbang ketika mereka sedang menggali material tanah di lokasi penambangan tanpa izin di Kecamatan Taluditi, sekitar 20 km dari Kecamatan Buntulia, Pohuwato.

Selain di Pohuwato, tragedi aktivitas PETI yang merenggut korban jiwa juga pernah terjadi di Banyumas, Jawa Tengah pada tahun ini. Pada Juli 2023, delapan penambang ilegal tewas terjebak di lubang galian tambang emas di Grumbul Tajur, Kecamatan Ajibarang.
Peristiwa nahas ini membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) menutup tempat penambangan emas ilegal kawasan tersebut. Kasus di Banyumas ini hanya satu dari ribuan jumlah tambang ilegal di Indonesia.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menegaskan bahwa kegiatan PETI begitu meresahkan karena negara kehilangan Sumber Daya Alam (SDA), kehilangan pajak dan royalti.

"Pemerintah harus segera menertibkan aktivitas tambang ilegal," kata Djoko Widajatno di Jakarta, Jumat (8/12).

Menurutnya, dalam melakukan aktivitas PETI, pelaku tidak melakukan reklamasi dan kondisi tersebut sangat merugikan negara.

“Daerah bekas tambang tidak direklamasi dan alat-alat yang yang digunakan untuk melakukan aktivitas PETI harus diamankan. Pemerintah harus melakukan pembinaan agar masyarakat di sekitar wilayah tambang mendapatkan hidup yang layak,” terangnya.

Pengamat Energi dan Pertambangan, Ahmad Redi menyatakan, secara normatif, Pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengatur bahwa PETI merupakan kejahatan sehingga pelakunya dikenai pertanggungjawaban pidana. 

Menurutnya, penegakan hukum pidana, baik penal maupun nonpenal dapat dilakukan dalam pencegahan dan penindakan PETI.

Redi mengungkapkan, agar aktivitas PETI bisa diberantas, harus ada upaya hukum yang bersifat multi sektor disertai koordinasi antarinstansi terkait. Selain itu, juga diperlukan penegakan hukum yang kuat serta supervisi antara kementerian dan lembaga agar pemberantasan praktik ilegal ini bisa berhasil.

“Perlu juga ada Satgas Penanggulangan PETI. Satgas ini tidak hanya bersifat penegakan hukum, tetapi juga melakukan pembinaan, fasilitasi, dan supervisi,” kata Redi.

Yang tak kalah penting, tambah Redi, perlunya komitmen yang tinggi dari stakeholders terkait untuk mengatasi masalah PETI. 

“Pembentukan Satgas Penanggulangan PETI menjadi salah satu cara agar ada kerja teroraganisir, lintas sektor, dan komprehensif dalam mengatasi persoalan PETI,” tutur Redi.

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah PETI atau tambang ilegal di Indonesia mencapai 2.700 titik lokasi. Jumlah itu terdiri dari 2.645 lokasi tambang ilegal mineral dan 96 lokasi tambang ilegal batu bara.

Kementerian ESDM pernah menyebut potensi kerugian negara akibat PETI tembus Rp3,5 triliun sepanjang 2022. Angka tersebut naik dibandingkan kerugian pada tahun 2019 yang mencapai Rp1,6 triliun.

Kementerian ESDM pun menegaskan kegiatan PETI di wilayah izin usaha pertambangan legal perlu ditindak tegas.

Pada awal tahun ini, Presiden Joko Widodo pun menegaskan aktivitas PETI sangat merugikan dan telah membentuk tim di Kementerian ESDM untuk melakukan penegakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal. Bahkan, Presiden minta TNI dan Polri untuk turun tangan menindak tegas PETI.

Sementara itu, mengutip laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kegiatan PETI juga telah membahayakan lingkungan. Salah satu contohnya adalah pencemaran di sejumlah kawasan sungai dan hutan di Kalimantan Tengah.

Kerusakan lingkungan karena PETI juga memberikan dampak negatif pada kehidupan manusia. Hal ini seperti yang dialami warga Desa Sungai Sekonyer, Kotawaringin Barat. 

Akibat kegiatan PETI, warga desa tersebut terpaksa menampung air hujan untuk konsumsi sehari-hari dalam 20 tahun terakhir.