Siap-siap! Antidumping Keramik Impor Asal China Diproyeksi Bakal Berlaku Semester II-2024

Oleh : Ridwan | Selasa, 07 November 2023 - 13:40 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) optimis kebijakan antidumping untuk produk keramik impor asal Tiongkok akan berlaku pada awal semester kedua tahun 2024.

"Jadi, kami (Asaki) sudah sering berkomunikasi dan mengawal terus. Verifikasi data sudah lengkap di KADI. Tinggal bagaimana mereka (KADI) verifikasi data dan besaran antidumpingnya," kata Ketua Asaki, Edy Suyanto kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta (7/11).

Maret 2023 lalu, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah memulai penyelidikan anti dumping terhadap impor produk ubin keramik dari Tiongkok. 

Penyelidikan tersebut dilakukan terhadap ubin keramik yang termasuk dalam pos tarif 6907.21.24, 6907.21.91, 6907.21.92, 6907.21.93, 6907.21.94, 6907.22.91, 6907.22.92, 6907.22.93, 6907.22.94, 6907.40.91, dan 6907.40.92 sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.

Penyelidikan tersebut merupakan tindak lanjut dari permohonan Asaki mewakili tiga perusahaan yaitu PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindoindah, dan PT Angsa Daya. Permohonan diajukan Asaki sebagai perwakilan industri dalam negeri.

Setelah meneliti dan menganalisis berkas permohonan tersebut, KADI menemukan bahwa terdapat indikasi impor produk ubin keramik yang diduga dumping, kerugian material bagi pemohon, serta hubungan kausal antara kerugian pemohon dan impor produk ubin keramik dumping yang berasal dari negara yang dituduh.

Lebih lanjut, Edy menyebut bahwa ada satu aturan yang menjelaskan bahwa setelah pengajuan dan verifikasi data lengkap, maksimal satu tahun setengah atau 18 bulan pemberlakuan antidumping sudah harus diimplementasikan.

"Kami masukan data itu di Desember 2022, artinya kalau ikut aturan yang berlaku, di semester kedua tahun 2024 antidumping akan berlaku. Dan kami memiliki keyakinan bahwa ini akan segera jalan di semester II-2024," jelasnya.

Terkait besaran tarif, Edy menyebut bahwa pihaknya telah memberikan beberapa data kepada pemerintah. Namun terkait besaran tarifnya itu wewenang pemerintah dalam hal ini kementerian terkait.

"Dari kami (Asaki) hanya memberikan sebuah info yang akurat dari beberapa negara yang telah berhasil melakukan antidumping terhadap produk keramik Tiongkok contohnya Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif mulai dari 100%, bahkan ada yang 400%, Eropa diatas 50%, Meksiko diatas 70%, Timur Tengah (Timteng) diatas 50%. Kalau pemerintah berani seperti AS itu akan lebih bagus diatas 100%," paparnya.

Meski demikian, Asaki berharap besaran tarif antidumping terhadap produk keramik impor asal Tiongkok diatas 70%.

"Kalau pemerintah tidak berani pasang diatas 70%, kita akan menjadi negara pengalihan ekspor. Mereka (China) kan kapasitasnya besar, selama ini mereka ekspor ke AS, Eropa dan Timteng, sekarang ketiga negara tujuan ekspor tersebut kan sudah memberlakukan antidumping  otomatis mereka (China) harus buang ke negara yang jumlah penduduk dan keramiknya besar yaitu Indonesia. Jadi kami minta dua kepada pemerintah yaitu kecepatan mengelola antidumping dan besaran tarifnya harus tepat, kalau tidak kita akan jadi sasaran tembak," jelas Edy.

Saat ini, tambahnya, kapasitas produksi keramik nasional mencapai 430 juta meter persegi (m2), sedangkan berdasarkan catatan Asaki angka impor mencapai 80 juta m2. Sementara konsumsi per kapita nasional hanya 1,85 m2, sedangkan konsumsi per kapita dunia mencapai 2,5 m2. 

"Artinya, kita butuh kapasitas terpasang 600 juta m2, sekarang kapasitas terpasang nasional baru sekitar 550 juta m2. Artinya kita memang masih membutuhkan ekspansi investasi pabrik-pabrik baru kedepan," ungkap Edy.

Dirinya menyebut bahwa kedepan industri keramik masih sangat menjanjikan, hanya bagaimana pemerintah mendukung dengan penguatan industri dalam negeri seperti menjaga terjadinya praktik-praktik impor yang tidak 'fair'.

"Kalau fair kita tidak masalah, yang saat ini kan terbukti mereka melakukan kecurangan (dumping). Jadi, harapan kami ini antidumping harus segera diimplementasikan demi menjaga iklim investasi pabrik baru," tutur Edy.

Menurutnya, saat ini pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mendukung penuh industri keramik nasional. 

"Kami sangat mengapresiasi langkah pemerintah. Selain kebijakan antidumping yang sedang berjalan, Kemenperin tengah menggodok kebijakan lartas yang nantinya akan ada penetapan pelabuhan ekspor terbatas," tutup Edy.