DPR Dilematis Sahkan Perppu Jadi UU Terkait Akses Informasi Keuangan

Oleh : Herry Barus | Rabu, 19 Juli 2017 - 07:52 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia mengaku dilematis dalam pembahasan perlu tidaknya mensahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan menjadi undang-undang.

"Kami dilematis dengan Perppu yang luar biasa itu. Perppu ini bisa kontraproduktif karena berpotensi untuk menggerus likuiditas nasional," ujar Indah saat rapat dengar pendapat di Jakarta, Selasa (18/7/2017)

Penerbitan Perppu tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (AEOI) sendiri memang merupakan bagian dari komitmen pelaksanaan pertukaran informasi dengan negara lain.

Negara-negara lain yang berkomitmen untuk melaksanakan pertukaran informasi keuangan, secara otomatis sudah menerbitkan peraturan hukum sejenis agar pelaksanaan AEOI ini bisa berjalan secara efektif untuk mencegah penghindaran pajak.

Perppu itu sendiri menyatakan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan ini bisa diperoleh dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lain dan entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani lndrawati pun telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagai peraturan pelaksanaan dari Perppu No.1 2017 pada awal Juni 2017 lalu.

Dalam PMK tersebut, pemerintah memutuskan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp200 juta. Namun batas minimum nilai saldo ini kemudian direvisi menjadi Rp1 miliar.

Dengan perubahan batasan minimum menjadi Rp1 miliar tersebut, maka jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496 ribu rekening atau 0,25 persen dari keseluruhan rekening yang ada di perbankan saat ini.

Indah sendiri menilai terbitnya Perppu ini merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah yang tidak tulus setelah sebelumnya menggenjot program amnesti pajak. Sebagian pihak yang telah ikut amnesti pajak disebut merasa terjebak dengan diterbitkannya Perppu tersebut.

"Saya berharap pemerintah jangan buat kebijakan yang tidak tulus. Kebijakan yang dilakukan selama ini, amnesti pajak dan Perpppu ini tidak tulus. Lakukanlah kebijakan yang berpihak. Sekarang semua resah, galau, dan takut. Tax amnesty belum adem, sudah ada Perppu ini. Tapi kita harus yakinkan orang-orang di sekitar kita kalau Perppu ini bertujuan baik," kata Indah. (Ant)