Tolong Catat! Petisi Rakyat Desak Rencana Privatisasi PGE Jangan Rugikan Rakyat

Oleh : kormen barus | Rabu, 15 Februari 2023 - 20:44 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Rencana privtasiasi melalui skema penawaran saham perdana, Initial Public Offering (IPO) anak-anak usaha BUMN, terutama Pertamina (dan PLN) telah dinyatakan secara terbuka oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 20 januari 2020. Saat ini proses IPO yang dimotori oleh Kementrian BUMN tersebut telah memasuki tahap akhir dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

PGE yang 100% sahamnya dimiliki Pertamina, adalah penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil tenaga listrik yang 100% dayanya dijual kepada PLN. Kementrian BUMN rencananya akan menjual 25% saham PGE, yang dikatakan bertujuan untuk memperoleh dana murah, meningkatkan transparanasi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain.

Dalam keterangan pers, pada Rabu (15/02/2023) Koalisi Rakyat menegaskan, Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN karena rencana swastanisasi melalui skema penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) terhadap anak-anak usaha BUMN terutama Pertamina dan PLN telah mengkhianati UUD 1945.

Apapun alasan pemerintah, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhinati UUD 1945. Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN menyatakan penolakan atas rencana privatisasi PGE karena alasan sebagai berikut.

Pertama karena melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; (2) Melanggar Pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang memerintahkan agar eksploitasi Panas Bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sementara yang ketiga Melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/2012 dan No.85/2013 yang mengamanatkan agar penguasaan SDA oleh negara harus dikelola BUMN agar bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat; (4) Melanggar UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Kementrian BUMN telah merekayasa pemilikan Kekayaan Negara tersebut melalui manipulasi pembentukan anak/cucu BUMN, sehingga Aset Negara dengan mudah dimiliki swasta.

Kelima, mengurangi penerimaan negara/APBN dan keuntungan BUMN karena dilakukannya proses unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan subholding yang paling menguntungkan (crean de la cream) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis. Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat.

Keenam, meningkatnya beban ekonomi rakyat akibat naiknya tarif energi sebagai dampak negatif  proses unbundling pelayanan public utilities. Teori ekonomi/bisnis telah mengkonfirmasi dampak negatif proses unbundling rantai bisnis energi ini.

Ketujuh karena turunnya pendapatan, akan mengurangi kemampuan BUMN/Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu dan wilayah terpencil dan tertinggal. Hal ini jelas meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kemajuan antar wilayah.

Yang kedelapan menyediakan jalan bagi para pemilik modal, investor asing, para pengusaha oligarkis dan negara kapitalis untuk menjajah dan menghisap sumber-sumber kekayaan negara dan ekonomi rakyat. Bukannya menangkal, Pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda penghisapan potensi penerimaan APBN dan pemiskinan rakyat, dimana sejumlah oknum-oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu rente dalam proses privatisasi tersebut.

Sementara yang kesembilan, pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah, menurut Koalisi Rakyat adalah manipulasi informasi tendensius. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit dengan tingkat bunga rendah tanpa IPO. Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 14 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% - 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014).

Lanjut ke-10 karena saham negara di Pertamina/PGE masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina otomatis melekat. Sehingga tanpa IPO, PGE justru dapat mengkases dana lebih murah. Bahkan BUMN sering memperoleh hibah atau pijaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public.