Etika & Media Massa: Sarana Komunikasi Politik Dalam Kampanye Pemilu

Oleh : Syahnanto Noerdin, Jurnalis Media Televisi Nasional dan Mahasiswa S2 | Rabu, 11 Januari 2023 - 07:59 WIB

INDUSTRY.co.id-Jakarta-Dalam momentum demokrasi peran media massa menjadi penting. Media massa memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan sebuah entitas yang bernama negara serta masyarakat yang hidup di dalam negara tersebut. Kebebasan pers merupakan keniscayaan di dalam demokrasi, sehingga kebebasan pers menjadi pilar penting dalam tegaknya berdemokrasi.

Media massa memiliki fungsi kontrol, karena melalui penyebaran informasi, media massa mampu mengerem laju kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

Media massa yang menggunakan pengaruhnya dalam menggiring opini publik adalah implikasi logis dari ideologi pemilik media massa, apalagi ketika pemilik media memiliki relasi dengan partai politik atau kandidat yang akan mengikuti kontestasi politik.

Menurut Tjumano (Marsitah, 2015) Media massa menjadi alat ajang pencitraan publik, meruntuhkan popularitas lawan politik, dan alat untuk menyerang balik atas serangan-serangan politis yang diarahkan kepada calon yang didukung oleh empunya media massa.

Kekuatan Media Massa

Dengan melihat berbagai peranan media dalam uraian di atas, maka kita dapat melihat kekuatan media massa di tengah masyarakat, meliputi:

1. Mengkonstruksikan realitas sehingga tercipta citra dan persepsi tertentu di masyarakat.

2. Mengagregasikan dan mengartikulasikan kepentingan atau tuntutan.

3. Sarana persuasi yang murah

Kelemahan Media Massa

Media massa selain memiliki kekuatan, juga memiliki sisi kekurangan. Berikut adalah sisi kekurangan dari media massa:

1. Propaganda Pesan melalui Media Massa

Studi modern tentang komunikasi politik sebenarnya dimulai dengan studi propaganda, khususnya sebagai respon terhadap penggunaan yang dibuat oleh alat baru komunikasi (media dan film) selama dan sesudah perang dunia pertama untuk memajukan patriotisme dan juga ideologi lain diantara media massa nasional (Zuhro, 2017).

Persamaan komunikasi politik dan propaganda dikuatkan oleh adanya contoh seperti Uni Soviet dan Nazi Jerman, keduanya menggunakan monopoli pengaturan media massa (sekarang termasuk di dalamnya adalah radio) karena mereka memiliki proyek yang berbeda dalam transformasi sosial (Zuhro, 2017).

Tidak mengherankan, istilah ‘propaganda’ mendapatkan konotasi negatif. Hal ini digunakan sebagai indikasi untuk membentuk komunikasi persuasif dengan fitur atau keistimewaan sebagai berikut: proses komunikasi adalah ditujukan untuk pengirim pesan daripada untuk penerima pesan, atau untuk mendapatkan manfaat bersama; hal ini melibatkan tingkat pengendalian yang tinggi dan manajemen dengan mengandalkan sumber yang ada; tujuan dan kadang-kadang identitas dari sumber seringkali disembunyikan (Zuhro, 2017).

2. Spiral of Silence (Lingkaran Diam)

Teori formasi opini yang menarik telah dimunculkan untuk memperhitungkan berkembangnya konsensus politik yang dominan, yang sebagian besarnya merupakan hasil dari bekerjanya media massa. Hal ini dinamakan sebagai teori ‘spiral of silence’ atau ‘lingkaran diam’ (Noelle-Neumann 1984). Fondasi utamanya ialah gagasan bahwa hampir semua orang memiliki kebutuhan psikologis untuk menghindari pengasingan dan perasaan tidak nyaman ketika pendapatnya tidak disetujui (Zuhro, 2017).

3. Fitur Framing dalam Media Massa

Framing adalah sebuah argumen mengenai cara membentuk preferensi politik orang-orang. Hal ini mencakup informasi yang diberikan kepada publik di media massa (Zaller, 1992). Framing merupakan proses komunikasi yang mengkonstruksikan sumber dan memberikan definisi terhadap masalah sosial atau politik para pemirsanya (Nelson, 1997). Framing mengorganisir prinsip-prinsip sosial secara terus-menerus dari waktu ke waktu, dan memberikan makna pada struktur sosial di masyarakat (Reese, 2001).

Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu (Eriyanto, 2009). Teori framing menunjukan bagaimana jurnalis membuat simplikasi, prioritas dan struktur tertentu dalam peristiwa, karenanya framing menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan dalam bentuk berita. Maka realitas setelah dilihat khalayak adalah realitas yang sudah terbentuk oleh bingkai media.

Etika Media Massa Dalam Proses Komunikasi Politik

etika menjadi sangat penting dalam melakukan proses komunikasi massa. Berbagai reaksi massa yang terjadi atas kehadiran media tertentu atau perlawanan ter-hadap sebuah pesan politik tertentu, menunjukan bahwa massa telah tersinggung oleh media-media tertentu yang telah melakukan pelanggaran etika.

Masih banyak konten media yang mendapat perlawanan dari publik namun tidak direspos. Persoalan lain adalah ketika reaksi itu hanya dipandang sebelah mata dan tidak diindahkan oleh pihak media sebagai komunikator. Etika di sini tenggelam dalam lembaran uang dan logam-logam receh yang dianggap lebih menguntungkan ketika secara kuantitatif pesan (yang diprotes) tersebut di atas rata-rata, sehingga banyak pengiklan yang tertarik.

Dalam setiap aktivitas politik apapun, saat ini, media massa menjadi salah satu faktor sangat penting dalam penyebaran pesan kepada publik, Para aktor politik akan selalu menyertakan media massa dalam berbagai aspek. Sangat wajar hal ini dilakukan, sebab media massa dapat mengunjungi komunikan (publik) dalam jumlah yang sangat besar yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh kegiatan politik secara langsung oleh fisik. Media massa pada dasarnya memiliki dua dimensi yang saling berhadapan, yaitu mengawasi penguasa dan melayani publik. Sebab media massa memiliki beberapa fungsi yang konstruktif untuk proses politik, seperti fungsi pengawasan, pencerahan politik, dan menumbuhkan partisipasi publik.