Kepemimpinan Pada Perguruan Tinggi di Indonesia

Oleh : Dr. Ir. Farida Komalasari, M.Si | Kamis, 22 Desember 2022 - 15:29 WIB

INDUSTRY.co.id - Jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai angka 3.115 dengan jumlah tenaga pendidik sebanyak 265.452 (BPS, 2021).  Setiap perguruan tinggi memiliki program studi, yang jumlahnya mencapai  26.886 pada tahun 2018 (BPS, 2021) dan naik menjadi 28.542 pada tahun 2020  (PDDikti, 2020). Dapat dihitung berapa banyak jumlah pemimpin yang diperlukan oleh perguruan tinggi di Indonesia.  Jika setiap perguruan tinggi dipimpin oleh satu rektor (ketua/direktur) dan 3 wakil rektor (wakil ketua/wakil direktur) maka setidaknya diperlukan 3.115 x 4 = 12.469 orang pemimpin di tingkat perguruan tinggi (universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik).  Jika setiap program studi dipimpin oleh seorang ketua program studi, meskipun banyak juga yang menugaskan seorang sekretaris program studi sebagai unsur di program studi, maka diperlukan setidaknya 28.542 orang pemimpin di tingkat program studi.  Secara total, diperlukan lebih dari 41.000 orang pemimpin  perguruan tinggi di Indonesia. 

Belum lagi ditambah pemimpin pada unit-unit pendukung, seperti Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Satuan Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Divisi Human Capital Manajemen (HCM), Unit Sarana dan Prasarana (USP), berbagai unit pelaksana teknis dan laboratorium, dan lain-lain yang jumlahnya sangat tergantung pada ukuran perguruan tinggi dan ragamnya tergantung pada jenis program studi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

Di sisi lain, pengelolaan perguruan tinggi di Indonesia dapat dikatakan cukup rigid karena harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.  Dalam hal sumber daya manusia, terdapat ketentuan tentang jumlah minimum dosen per program studi, rasio antara dosen dan mahasiswa, komposisi dosen menurut tingkat  pendidikan tertinggi, komposisi dosen menurut jabatan akademik dosen, dan lain sebagainya.  Dalam hal pelaporan kegiatan, perguruan tinggi harus melaporkan secara berkala jumlah mahasiswa, pengambilan mata kuliah oleh mahasiswa, nilai mahasiswa, kelulusan mahasiswa, hingga penomoran dalam penerbitan ijazah bagi lulusannya.  Belum lagi jika bicara tentang Sistem Penjaminan Mutu Internal yang harus mengikuti ketentuan-ketentuan tertentu.

Selain disibukkan dengan kewajiban pelaporan kegiatan perguruan tinggi atau program studi yang dipimpinnya, pemimpin perguruan tinggi yang umumnya adalah juga seorang dosen, juga disibukkan oleh kewajibannya sebagai dosen.  Tidak hanya mengajar, dosen juga harus melakukan kegiatan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, membimbing skripsi/tesis/disertasi, membimbing mahasiswa magang,  melakukan detasering kepada dosen yang lebih muda, melakukan kegiatan penunjang (mengikuti pelatihan, menjadi panitia kegiatan, menjadi nara sumber, dan lain-lain), dan lain-lain.  Dosen secara individu juga memiliki kewajiban melaporkan kegiatannya melalui aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).

Lalu, bagaimana para pemimpin perguruan tinggi yang juga dosen tersebut mendapatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat mengembangkan perguruan tinggi atau program studinya, disamping terus mengembangkan diri sebagai dosen profesional?  Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar para pemimpin di lingkungan perguruan tinggi belajar secara otodidak atau melakukan pembelajaran secara learning by doing.  Memang banyak kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang diselenggarakan oleh pihak yang berwenang, baik yang dilakukan oleh Kemendikbudristek dan LLDikti.  Namun cakupan materi bimtek dan cakupan pesertanya sangat terbatas.  Tidak semua pemimpin perguruan tinggi mendapatkan kesempatan mengikutinya.  Akibatnya,  seringkali terjadi perbedaan persepsi terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Tidak jarang pula perguruan tinggi atau program studi lambat dalam merespon.   

Tantangan lain bagi pemimpin perguruan tinggi adalah globalisasi dan digitalisasi pendidikan.  Dua hal ini menuntut pemimpin perguruan tinggi untuk terus mengikuti perkembangan yang terjadi (selalu update) dan meningkatkan digital literasinya.  Jika ini tidak dilakukannya, maka perguruan tinggi atau program studi yang dipimpinnya akan jauh tertinggal dan kemudian ditinggalkan oleh calon mahasiswa. Diperlukan pemimpin yang memiliki kelenturan untuk merespon setiap perubahan.  Dengan kata lain, pemimpin perguruan tinggi dituntut untuk memiliki change management skill yang tinggi.

Berangkat dari keprihatinan ini maka muncullah sebuah ide adanya sekolah kepemimpinan bagi para pemimpin atau calon pemimpin perguruan tinggi.  Dimulai sejak tahun 2021, dibentuklah konsorsium 7 perguruan tinggi di Indonesia yang berpartner dengan 3 perguruan tinggi di luar negeri.  Kesepuluh perguruan tinggi tersebut adalah President University-Cikarang, Universitas Padjadjaran-Bandung, Universitas Negeri Semarang-Semarang, Universitas Islam Indonesia-Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan-Yogyakarta, Universitas Brawijaya-Malang, STIE Malangkucecwara-Malang, University of Gloucestershire-United Kingdom, Universidad De Granada-Spanyol, dan International School for Social and Business Studies-Slovenia.  

Konsorsium ini telah menginisiasi sebuah program yang diberi nama Indonesian Higher Education Leadership (iHiLead), yang merupakan sekolah kepemimpinan bagi pemimpin dan calon pemimpin perguruan tinggi.  Dengan dukungan dari Erasmus+ Programme of the European Union dan Kemendikbudristek, 10 perguruan tinggi ini telah selesai menyusun kurikulum dan melalukan piloting. Pada Desember 2021, telah diselenggarakan Training for Trainers di President University-Cikarang.  Pada tahun 2022 telah diselenggarakan Piloting Project of Change Leadership Phase 1 hingga Phase 3, masing-masing Univeritas Islam Indonesia-Yogyakarta (Juli 2022), di Universitas Padjajaran-Bandung (Agustus 2022), lalu di Universidad De Granada-Spanyol (September 2022), dan di Universitas Brawijaya-Malang dan STIE Malangkucecwara-Malang (Desember 2022).  Pada tahun 2023 telah dijadwalkan tindak lanjut kegiatan ini di beberapa perguruan tinggi peserta konsorsium.  Disamping itu, seluruh perguruan tinggi anggota konsorsium akan mulai melakukan implementasi program di perguruan tinggi masing-masing secara serempak mulai Februari 2023.

Di masa yang akan datang, konsorsium akan menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan untuk para pemimpin dan calon pemimpin perguruan tinggi di Indonesia.  Program ini diharapkan dapat meningkatkan mutu kepemimpinan perguruan tinggi sehingga mampu meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia.


Penulis adalah Dr. Ir. Farida Komalasari, M.Si. Associate Professor pada Program Studi Administrasi Bisnis, President University; berpengalaman sebagai Wakil Rektor, Ketua Program Studi, Direktur Lembaga Riset dan Pengabdian Masyarakat, dan Kepala Biro Administrasi Akademik.