Dongkrak Daya Saing Industri Keramik, Asaki Minta Penundaan Kebijakan ODOL Hingga Kelancaran Supply Gas

Oleh : Ridwan | Senin, 12 Desember 2022 - 14:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Perekonomian dunia diramalkan akan dihadapkan dengan penuh ketidakpastian dan cenderung suram di tahun 2023.

Meski demikian, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) optimis penjualan keramik di tahun depan akan tumbuh positif.

Oleh karena itu, Asaki mengharapkan beberapa dukungan dan atensi pemerintah untuk menghadapi tantangan di tahun 2023 antara lain, penundaan pelaksanaan Over Dimension and Over Load (ODOL) di awal tahun 2023 menjadi tahun 2025.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, pemberlakuan aturan ODOL akan menyebabkan kenaikan harga jual keramik minimal 20%, karena ongkos angkut akan meningkat 240%. 

"Dengan kondisi daya beli masyarakat yang turun saat ini sudah bisa dipastikan bahwa kenaikan harga tersebut tidak bisa diserap oleh pasar dan tentunya akan memicu kenaikan harga properti nasional karena dampak ODOL juga dirasakan oleh industri semen, kaca, beton ringan dan lainnya," kata Edy melalui keterangan resminya kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta, Senin (12/12).

Dijelaskan Edy, pihaknya telah melakukan kajian, dengan pemberlakuan ODOL setidaknya dibutuhkan kurang lebih 12.000 truk baru.

"Apakah hal tersebut bisa dipenuhi? Bukankah akan menambah kemacetan baru dan tingkat polusi?," tegasnya.

Asaki juga meminta perhatian pemerintah terkait gangguan kelancaran supply gas untuk industri keramik di Jawa bagian Barat, dimana sejak Oktober 2022 dibatasi pemakaian 85% dari total kebutuhan gas.

Tak hanya itu, Asaki juga berharap program percepatan pemanfaatan produk dalam negeri melalui TKDN, pelarangan pemanfaatan produk impor keramik untuk infrastruktur dan properti tidak hanya di Kementerian PUPR, namun juga di semua Kementerian/Lembaga termasuk Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten.

Disisi lain, Asaki mencatat kinerja industri keramik nasional pada tahun 2022 cukup baik dan mendekati target, dengan tingkat utilisasi kapasitas produksi nasional mencapai 79% dari target 80%.

"Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2014 dan sebagai jawaban dari efektivitas kebijakan pemerintah yang memberikan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) USD 6/mmbtu untuk industri keramik," tambah Edy.

Selain itu, daya saing industri keramik juga tercermin dari kinerja ekspor tahun 2022 yang meningkat 3% di tengah resesi ekonomi global. 

"Sementara angka impor mengalami penurunan untuk pertama kalinya sejak tahun 2013 sekitar 2%," katanya.

Asaki memproyeksi tingkat utilisasi akan meningkat ke level 83 - 85% pada tahun 2023, dengan perkiraan total kapasitas produksi mencapai 470 juta meter persegi (m2) atau setara dengan konsumsi per kapita sebesar 1,7 m2/kepala.

"Angka ini masih dibawah tingkat konsumsi per kapita di kawasan Asia Tenggara rata-rata di atas 3 m2/kepala dan rata-rata dunia di level 2,5 m2/kapita," tambahnya.

Selain itu, Asaki menargetkan angka ekspor dapat bertumbuh 5% di tahun 2023, dengan fokus pasar utama negara Filipina, Malaysia, Thailand, Taiwan, USA, dan Australia.