Ekonomi RI Diperkirakan Menguat

Oleh : Wiyanto | Rabu, 10 Agustus 2022 - 09:22 WIB

INDUSTRY.co.id-Jakarta-Indonesia masih akan berada dalam siklus pemulihan ekonomi. Hal ini tercermin dari proyeksi pertumbuhan ekonominya yang kokoh dan tidak mengalami revisi signifikan.

"Bisa disimpulkan bahwa siklus ekonomi Indonesia berbeda dibandingkan negara maju, dan merupakan hal yang positif bagi Indonesia," kata Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) di Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Menurut Katarina, indikator ekonomi Indonesia pun menunjukkan potensi penguatan lebih lanjut. Risiko resesi di Indonesia menjadi berkurang karena kondisi fiskal serta perekonomian Indonesia terjaga baik.

Hal ini berbeda dengan kebanyakan negara. Beragam indikator ekonomi masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat. Hal tersebut terlihat antara lain dari kontribusi konsumsi domestik yang besar, keyakinan konsumen dan penjualan ritel, angka pengangguran yang menurun, serta pertumbuhan kredit yang terus meningkat hingga mencapai 10,3% di bulan Juni 2022.

Katarina menjelaskan, kenaikan suku bunga Bank Indonesia juga dapat menjadi katalis positif bagi pasar. Rupiah menunjukkan resistensi yang kuat, dalam arti pelemahannya (-5,1% YTD 26 Juli 2022) tidak setajam mata uang lain seperti Yuan China (-6,4%), Ringgit Malaysia (-7,0), Euro (-11,0%), Yen Jepang (-19,0%), dan lain sebagainya.

"Namun, di tengah agresivitas The Fed, respon BI (berupa kenaikan suku bunga acuan) tetap dibutuhkan untuk menjaga daya saing aset finansial Indonesia.Normalisasi suku bunga BI diperkirakan tidak akan terlalu agresif sebagai upaya untuk menjaga pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang relatif terkendali,” ujar Katarina.

Meskipun inflasi umum meningkat, namun upaya pemerintah untuk menjaga beberapa harga barang (price control) membuat inflasi inti tetap terjaga. Sehingga, tekanan inflasi belum berdampak luas. Keputusan pemerintah untuk mempertahankan harga BBM Bersubsidi dapat membuat inflasi inti tahun 2022 tetap terjaga di kisaran rentang target BI 2% - 4%.

Katarina mengungkapkan, perubahan struktural turut menyokong transaksi perdagangan. Sejauh ini, neraca perdagangan masih relatif kuat. Namun, tidak tertutup kemungkinan ke depannya akan sedikit terkoreksi akibat normalisasi harga komoditas, potensi penurunan permintaan eksternal, dan potensi peningkatan impor sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik. Sebagai net importir minyak dan net ekportir komoditas, maka pergerakan harga minyak relatif terhadap pergerakan harga komoditas utama ekspor dapat mempengaruhi perkembangan neraca perdagangan ke depannya.