Cantrang yang Bikin Menteri Susi Sedikit Lentur

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Senin, 29 Mei 2017 - 14:16 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (BAY ISMOYO/Stringer/Getty Images)
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (BAY ISMOYO/Stringer/Getty Images)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah lama dikenal sebagai menteri yang tak kenal kompromi, apalagi jika hal itu terkait dengan kebijakan yang tekait dengan kesejahteraan nelayan domestik dan kelestarian sumber daya laut.

Namun kali ini Susi harus melunak terkait kebijakan pelarangan alat tangkap ikan Cantrang, yang sempat menuai tentangan dari para nelayan.

Sejatinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah pimpinan Susi Pudjiastuti atau kerap akrab dipanggil Ibu Susi ini telah menetapkan pelarangan penggunaan Cantrang di kalangan nelayan sejak tahun 2015 lalu.

Dua tahun lalu, KKP menelurkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Dalam peraturan itu, nelayan dilarang menggunakan cantrang dalam menangkap ikan. Sebagai gantinya, KKP membagikan alat penangkap ikan pengganti cantrang yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Berikutnya pada tahun 2016, KKP juga mengeluarkan regulasi yang menguatkan pelarangan penggunaan cantrang. Termaktub dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, mulai 1 Januari 2017 Pemerintah resmi melarang alat penangkapan ikan (API) yang dianggap bisa merusak lingkungan. Dan cantrang adalah salah satunya yang masuk dalam peraturan tersebut.

Dalam satu kesempatan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP Sjarief Widjaja menjelaskan, bahwa cantrang dinilai bisa merusak ekosistem dan mengancam keberadaan ikan.

Maka seharusnya itu bisa dipahami dengan baik oleh nelayan dan pengusaha. Konsekuensinya, cantrang yang sudah mereka gunakan harus diganti segera, ujarnya.

Cantrang, kata Sjarief, pada awal penggunaannya adalah alat penangkap ikan (API) yang ramah lingkungan dan hadir untuk menggantikan trawl yang tidak ramah lingkungan dan dilarang oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden Ri Nomor 39 Tahun 1980.

Dulu tahun 1980, trawls itu sudah dilarang. Lalu muncul cantrang. Awalnya cantrang itu ramah lingkungan. Tetapi belakangan mulai dimodifikasi, paparnya.

Cantrang yang diizinkan sebenarnya tidak boleh menggunakan pemberat, dengan jaring yang tidak panjang, dan ditarik tangan manusia. Namun, saat ini cantrang justru jaringnya bisa mencapai puluhan hingga ratusan meter, menggunakan pemberat, dan ditarik mesin.

Sebenarnya KKP tak sekedar menghentikan dan melarang penggunaan cantrang. Namun kebijakan ini diikuti oleh pembagian alat penangkap ikan pengganti cantrang yang dianggap lebih ramah lingkungan. Namun persoalannya, dua tahun sudah kebijakan itu berjalan, KKP belum optimal dalam hal pembagian alat penangkap ikan pengganti cantrang.

Berdasarkan data yang dilansir dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP), hingga April 2017, baru sebanyak 605 nelayan dan 3 koperasi nelayan di seluruh Indonesia yang mendapatkan alat penangkap ikan yang diperbolehkan KKP. "Masih di bawah 10 persen dari total nelayan di Indonesia yang dibagikan," ujar Kepala KSP Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta akhir April lalu.

Dan karena terdesak kebutuhan ekonomi, mereka pun nekat melaut menggunakan alat tangkap cantrang yang lama. "Harus segera dipercepat pembagian pengganti cantrang. Supaya para nelayan bisa segera melaut karena kan mereka terdesak kebutuhan ekonomi," ujar Teten.

Sementara itu Tenaga Ahli Kedeputian V KSP Riza Damanik mengatakan imbas dari pelarangan penggunaan cantrang telah membuat aktivitas para nelayan, khususnya di Pantai Utara Jawa Tengah menurun. Pasalnya, produksi perikanan tangkap di Pantura tercatat sebanyak 309.861,2 ton, Dan 42% di antaranya dihasilkan oleh alat tangkap cantrang," ujar Riza seperti dilansir Kompas.com (26/4).

Sementara nilai produksi perikanan tangkap di Pantura berjumlah Rp 6,025 triliun per tahun dan 40,89% di antaranya dihasilkan dari alat tangkap cantrang.

Pelarangan ini pun berbuntut aksi penolakan. Sejumlah aksi protes pun dilayangkan terkait kebijakan tersebut. Beberapa wakttu lalu para nelayan yang mengatasnamakan Front Nelayan Indonesia dan Divisi Advokasi Buruh dan Nelayan MPM melaporkan kebijakan Susi itu ke Komisi Nasional HAM.

Pihak Komnas HAM pun merespons aksi protes tersebut dan menyatakan keberpihakannya pada para nelayan. Keberpihakan tersebut dilakukan dengan upaya peninjauan ke lokasi kerja para nelayan untuk mengumpulkan data soal dugaan pelanggaran HAM oleh KKP.

Komnas HAM dalam pernyataannya juga menyebut pihaknya akan menggelar kajian khusus melalui forum grup diskusi tentang peraturan menteri Susi itu. Berikutnya, Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi pada periode Juni-Juli 2017 mendatang.

Mendengar adanya ketidakpuasan para nelayan atas kebijakan yang dikeluarkan oleh KKP, Presiden Joko Widodo pun memanggil Susi untuk mendengar secara langsung imbas kebijakan yang ditelurkan KKP.

Sebelum memanggil Susi, Presiden sempat memberikan tanggapannya dengan menjanjikan untuk memberikan solusi yang terbaik bagi para nelayan. Percayalah bahwa kita akan memberikan solusi yang paling baik untuk nelayan, ujar Presiden Joko Widodo akhir April di Tangerang, Banten.

Menurut Presiden, untuk mendapatkan solusinya, dia akan bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan akan mengevaluasi dan melihat langsung ke lapangan terkait masalah tersebut.

Nanti kalau sudah berbicara dengan menteri, saya akan sampaikan kebijakan untuk cantrang ini apa, ujarnya saat itu.

Sebelum pemanggilan, Susi juga telah menerapkan perpanjangan masa transisi hingga Juli 2017. Bagi Susi jelas, penggunaan cantrang selama ini telah menjadi penyebab konflik antar-nelayan.

Konflik juga sudah terjadi sejak lama sebelum Presiden Soeharto mengeluarkan Kepres No 39 Tahun 1980.

Jadi banyak yang menangkap itu bukan aparat, tetapi nelayan langsung yang melaporkan, karena mereka tidak mau cantrang masuk daerah mereka, kata Susi.

Namun kini Susi harus kembali melunak terkait penerapan pelarangan penggunaan cantrang. Dalam keterangan resminya, diakui bahwa pelarangan cantrang tidak akan berlaku sampai batas masa transisi yang diperpanjang hingga 31 Desember 2017.

Kebijakan tersebut akan diperkuat melalui surat edaran yang akan disebar ke seluruh daerah di Indonesia.

Kebijakan ini berlaku nasional, namun tidak lintas provinsi. Kalau Jawa Tengah, ya berlaku di Jawa Tengah saja. Jadi kalau keluar Jawa Tengah, itu tidak berlaku. Nanti ada konflik horizontal lagi antar nelayan gara-gara berebut lahan di laut, ujarnya.

Menurut Susi, meski kebijakan berlaku nasional, tapi sebenarrnya pengguna API cantrang dan sejenisnya itu sebagian besar ada di Jawa Tengah. Sementara, untuk provinsi lain itu jumlahnya masih sedikit.

Sekarang kita benahi dulu cantrang ini. Harapannya, jika sampai akhir tahun ini semua sudah berganti alat tangkap, paparnya.

Sejak Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik diterbitkan, Susi mengajak kepada para pengguna API terlarang itu untuk segera menggantinya.

Untuk proses penggantian, KKP mengklasifikannya menjadi dua kelompok, yakni kapal dibawah 10 gross ton (GT) dan di atas 10 GT. Untuk kelompok pertama, dia mengatakan, KKP akan membantu penuh untuk penggantian API.

Syaratnya, pemilik API melakukan pendaftaran dan melakukan verifikasi di gerai penggantian API cantrang atau kantor Dinas Kelautan dan Perikanan terdekat. Sementara, untuk pemilik kapal di atas 10 GT, akan dibantu untuk proses ke perbankan.

Jika memang masih ada utang, maka akan direstrukturisasi utang tersebut dan berikutnya perbankan akan memberikan kredit penggantian API pengganti, kata Susi.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.