Kedaulatan Migas Musnah, Rezim 'Gross Split' Bentuk Liberalisasi Gaya Baru

Oleh : Hariyanto | Kamis, 08 Desember 2016 - 15:43 WIB

Migas Ilustrasi
Migas Ilustrasi

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Rencana Kementerian ESDM mengubah rezim kontrak bagi hasil (production sharing contrac/ PSC) menjadi gross split sliding scale ditentang oleh banyak kalangan.

Juru bicara Aliansi Nasional 98 untuk Bangsa Ferdinan Ari Purnama mengatakan, rezim gross split sliding scale merupakan bentuk liberalisasi gaya baru alias neo liberalisme yang akan diterapkan dalam industri migas di Tanah Air. Dengan sistem Gross Split, bagian Negara akan berkurang dan tidak ada Kedaulatan Migas.

“Sistem ini dipakai di negara yang menganut sistem kapitalisme dan liberalisasi terbuka, misalnya Amerika Serikat. Pertanyaannya kemudian, apakah pengelolaan sumber daya alam republik ini akan memakai pola sama yang dipakai oleh negara
kapitalisme,” kata dia di Jakarta, Kamis (8/12).

Ari menegaskan, rezim gross split pada dasarnya sama dengan konsep royalty and tax yang selama ini dipakai di sektor pertambangan. Ironisnya, pendapatan negara dari sektor tambang yang menggunakan rezim ini sangat minim dibandingkan dengan sektor migas yang memakai PSC.

“Bagian negara di tingkat gross split pada dasarnya adalah royalty in kind. Royalty in kind dan atau in cash di tingkatan produksi atau revenue gross di berbagai negara yang menganut konsep royalty and tax umumnya berkisar antara lima persen hingga 15 persen,” ungkap dia.

Hal ini berarti bahwa 85 persen hingga 95 persen sisanya akan tersedia untuk menutupi biaya investasi dan operasi dan untuk membayar pajak atas profit yang dihasilkan pihak investor.

“Jelas bagian negara akan jauh berkurang dibandingkan pakai sistem PSC,” tegas dia.

Ari berpendapat, jika Indonesia ingin menawarkan bentuk petroleum contract baru secara gross split yang kompetitif secara fiscal contractual regime, maka besaran gross split tentunya harus bersaing dengan fiscal terms di negara lain.

“Nah, jika ingin dibikin kompetitif dengan negara lain pengguna rezim gross split, berapa banyak lagi bagian negara yang akan hilang. Selain itu, negara akan kehilangan kontrol akan penguasaan SDA-nya,” ujar dia.

Di satu sisi, lanjut Ari, sistem gross split jelas sangat bertentangan dengan konsep pengelolaan SDA yang dilontarkan oleh pendiri bangsa ini, Bung Karno. Bung Karno, lanjut dia, dalam biografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adams, pernah mengatakan, bahwa seluruh pengelolaan minyak dan gas alam dilakukan negara. Padahal, sejak merdeka, perusahaan minyak asing kerap berpegang pada let alone agreement.

“Sejak 1951, Bung Karno membekukan konsesi bagi perusahaan minyak asing danmemberlakukan UU No 44/1960. Pembekuan konsesi membuat perusahaan minyakasing kelabakan karena laba menurun dan produksi terhambat,” katanya.

Bahkan, masih mengutip buku tersebut, Ari bercerita bahwa tiga besar perusahaan minyak asing saat itu, Stanvac, Caltex, dan Shell meminta negosiasi ulang.

“Namun, Bung Karno dengan tegas mengatakan bahwa jika perusahaan asing tersebut tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan, maka seluruh kontrak perusahaan asing tersebut akan dibatalkan,” ujarnya.

Bung Karno, terang Ari, juga meminta Caltex menyuplai 53 persen dari kebutuhan domestik yang harus disuling Pertamina. Kemudian, surplus produksi yang dihasilkan ketiga perusahaan minyak asing tersebut harus dipasarkan ke luar negeri dan hasilnya diserahkan ke RI.

“Caltex saat itu juga diwajibkan menyerahkan fasilitas distribusi dan pemasaran dalam negeri dan biaya prosesnya diambil dari laba ekspor. Caltex pun wajib menyediakan valuta asing yang dibutuhkan untuk biaya pengeluaran dan investasi modal yang dibutuhkan Pertamina,” katanya.

Masih kurang, jelas Ari, Bung Karno juga menuntut Caltex menyuplai kebutuhan minyak tanah dan BBM dalam negeri, formula pembagian laba 60 persen untuk RI dalam mata uang asing dan 40 persen untuk Caltex dihitung dalam rupiah.

“Nah, kontrol akan perusahaan asing tersebut yang kini kemudian dikenal dengan sistem PSC. Ini malah aneh kok mau diubah lagi menjadi gross split,” ujarnya.
 
Aliansi Nasional 98, terang Ari, bahkan mempertanyakan apakah karena Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar pernah memegang kewarganegaraan Amerika Serikat maka dia ingin sistem itu juga diterapkan di Indonesia.

Atau memang ada agenda terselubung? Kondisi ini harus dilawan! Jika ternyata Kementerian ESDM tetap berkukuh akan menerapkan rezim gross split, kami akan menggugat penggunaan sistem tersebut ke Mahkamah Konstitusi karena jelas
bertentangan dengan UUD 1945,” tegas dia.

Aliansi Nasional 98 adalah perkumpulan para aktivis 98 yang terlibat dan menjadi aktor utama dalam menjatuhkan Soeharto dan melakukan Reformasi tahun 1998. Saat ini Aliansi Nasional sedang melakukan kajian di berbagai bidang untuk meluruskan kembali arah Reformasi yang sudah tidak sesuai dengan perjuangan di tahun 1998.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Oreo Pokemon hadir di Indonesia mulai Mei 2024 mendatang.

Jumat, 26 April 2024 - 00:11 WIB

Oreo Pastikan Hadirkan Kepingan Langka Pokemon ke Indonesia

Kolaborasi edisi terbatas dua merek ikonik dunia OREO dan Pokémon segera hadir dan menginspirasi seluruh penggemarnya di Indonesia.

Prudential Indonesia dan Prudential Syariah Pertahankan Kepemimpinan di Industri Asuransi Jiwa

Kamis, 25 April 2024 - 23:56 WIB

Prudential Indonesia dan Prudential Syariah Umumkan Hasil Kinerja Perusahaan Yang Solid Selama 2023

Prudential Indonesia terus melanjutkan komitmennya melindungi dan mendukung nasabah dengan pembayaran klaim dan manfaat sebesar Rp17 triliun atau lebih dari Rp46 miliar per hari.

Bincang Duta Baca Indonesia di Kabupaten Buleleng, Bali.

Kamis, 25 April 2024 - 23:23 WIB

Bincang Duta Baca Indonesia, Kabupaten Buleleng Bali Siap Atasi Globalisasi Lewat Perpustakaan

Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa, tantangan globalisasi harus disikapi dengan adaptif agar perpustakaan tidak termarginalkan. Literasi juga diharap bisa menjawab tantangan…

Bank DKI gelar halal bihalal

Kamis, 25 April 2024 - 21:52 WIB

Pemprov DKI Jakarta Apresiasi Bank DKI Sebagai BUMD Penyumbang Dividen Terbesar

Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Badan BP BUMD Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono menyampaikan apresiasi atas kontribusi Bank DKI sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta…

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…