Demi Konsumen, Oparator Harus Patuhi Penuruan Tarif Interkoneksi

Oleh : Hariyanto | Selasa, 07 Maret 2017 - 19:25 WIB

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. (Hariyanto/ INDUSTRY.co.id)
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. (Hariyanto/ INDUSTRY.co.id)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Salah satu persoalan yang mencuat pada Industri telekomunikasi seluleradalah kebijakan interkoneksi. Kementerian Kominfo mendorong operator untuk melakukan efisiensi dan keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikasi dengan menurunkan tarif interkoneksi.

Ketika Kementerian Kominfo mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada Penyelenggara Telekomunikasi yang melakukan Interkoneksi (Penyelenggara) yaitu SE Nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 tertanggal 2 Agustus 2016.

SE tersebut berisi penurunan tarif interkoneksi yang secara agregat turun sebesar 26 persen dan diberlakukan untuk 18 skenario panggilan layanan seluler. Tapi, kebijakan itu tak serta merta disambut oleh seluruh operator. Operator berbeda pendapat, ada yang pro, ada pula yang kontra.  

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara  mengatakan, hingga akhir tahun 2016, kebijakan tarif interkoneksi belum juga ditetapkan, hingga akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan membuat Panja Interkoneksi untuk menyelesaikan polemik tersebut.

"Padahal jika melihat dasar hukum interkoneksi sudah diatur pada pasal 1 butir 16 UU 36/1999 yang menyatakan bahwa Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda," ujarnya pada seminar nasional Indonesia Technology Forum (ITF) dengan tema penurunan biaya interkoneksi yang digelar di Ballroom Crowne Plaza Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Ia menambahkan, Pada pasal 25 UU 36/1999 pada ayat 1 dikatakan bahwa setiap penyelenggara jaringan telekomunikassi berhak mendapatkan interkoneksi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Kemudian pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya.

Pada ayat 3 dikatakan bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan berdasarkan prinsip : a). Pemanfaatan sumber daya secara efisien, (b), keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi, (c) peningkatan mutu pelayanan, dan (d) persaingan sehat yang tidak saling merugikan.

"Jika melihat pasal tersebut interkoneksi merupakan hak bagi operator meminta dan kewajiban bagi operator lain yang diminta. Meskipun menghasilkan pendapatan, interkoneksi tidak dapat dicatat sebagai bagian dari bisnis operator," ungkapnya.

Menurutnya, Setiap panggilan antaroperator selalu menggunakan setengah jaringan operator asal dan setengah jaringan operator tujuan, sehingga operator asal wajib memberi bagian pendapatan kepada operator tujuan. Selain biaya interkoneksi, operator asal juga memungut tarif off net yang penetapan besarannya antar operator berbeda.

"Tarif off net ini dibuat besar untuk memberi gambaran ke pelanggan bahwa panggilan antaroperator itu jauh lebih mahal dibanding panggilan antarpelanggan (on net)," lanjutnya.

Dengan aturan hukum tersebut, lanjut Bambang, sebenarnya tidak ada alasan bagi operator untuk menolak pengaturan tarif Interkoneksi, karena hal itu bagian dari regulasi. Formula perhitungan biaya interkoneksi ini ditetapkan oleh Pemerintah, dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.

Pemerintah mendorong penurunan biaya interkoneksi dengan tujuan ingin memberikan efisiensi dan keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikas, seperti soal pengembangan wilayah dengan tetap menjamin ketersediaan infrastruktur.

"Sedangkan dari sisi pelanggan jasa telekomunikasi, pemerintah berharap penurunan biaya interkoneksi diharapkan dapat menurunkan tarif pungut (retail) untuk layanan antar penyelenggara (off-net) tanpa mengurangi kualitas layanan”,”ungkap Rudiantara,” ungkapnya.

Menurutnya, apabila tarif interkoneksi tetap tinggi maka akan ada perbedaan tarif on-net dan off-net yang tinggi. Akibatnya terjadi ekonomi biaya tinggi karena konsumen lantas beralih menggunakan ponsel dual SIM untuk menghindari panggilan antaroperator yang tarifnya sekitar 3x dari tarif on-net serta tingginya churn-rate atau kartu hangus di Indonesia yang mencapai 10-14%.

Ada sekitar Rp.4.5 triliun pemborosan karena kedua hal tersebut. Belum lagi potensi kehilangan Rp 44 triliun karena masyarakat mengurangi panggilan telepon. Bagi industri seluler, turunnya tarif interkoneksi selain menghemat produksi kartu juga lebih berhemat biaya iklan karena tak perlu fokus menambah pendapatan dari tarif on-net.

"Turunnya biaya interkoneksi juga diyakini tak akan menggerus pendapatan operator karena pasar Indonesia sensitif terhadap harga. Penurunan biaya 1% dapat berpengaruh kepada kenaikan penggunaan telepon hingga 40%. Sehingga operator pendapatannya tetap meningkat," ujarnya.

Karena itu jelas, kebijakan penurunan biaya interkoneksi adalah kebijakan yang pro konsumen.  Konsumen akan memperoleh tarif telepon antar operator yang semakin murah dan tak perlu membuat operator khawatir berlebihan. Turunnya tariff dapat  membuat potensi jumlah panggilan akan lebih  meningkat.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Krisdayanti kenalkan produk bulu mata palsu Lavie Beauty X Krisdayanti.

Kamis, 25 April 2024 - 00:31 WIB

Tak Sarankan Extention Bulu Mata, Krisdayanti Luncurkan Bulu Mata Palsu Karyanya

Setelah puluhan tahun selalu menggunakan bulu mata palsu, akhrinya Krisdayanti mengenalkan bulu mata palsu karyanya sendiri, Lavie Beauty X Krisdayanti.

Penandatanganan kerjasama RS Premier Bintaro dengan BMW Indonesia.

Rabu, 24 April 2024 - 23:32 WIB

Kolaborasi RS Premier Bintaro dan BMW Indonesia Tingkatkan Patien Experience

Penandantanganan menghasilkan kolaborasi RSPB dengan BMW Indonesia dalam menyediakan layanan kesehatan premium pengantaran pasien pasca operasi kasus bedah orthopedi dan bedah vaskular.

RUPST PT PP tahun buku 2023

Rabu, 24 April 2024 - 21:14 WIB

Dua Direksi dan Satu Komisaris Baru Perkuat Pengurus PTPP

PT PP mengubah jajaran direksi dan Komisari usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).

Ilustrasi produksi keramik

Rabu, 24 April 2024 - 18:30 WIB

Dukung Proyek IKN, Industri Keramik Siap Investasi di Kaltim

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) optimis pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan melanjutkan proyek Ibu Kota Negara (IKN)…

Proses bongkar muat sekam padi di storage area sekam padi di Pabrik Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Rabu, 24 April 2024 - 18:13 WIB

Keren! Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca, SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

Jakarta– Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan munculnya komitmen global untuk mewujudkan net zero emission pada 2060.