Renungan Politik Awal Tahun 2019: Tanda-tanda Kemenangan itu Tampak Kian Terang!

Oleh : Among Kurnia Ebo | Selasa, 01 Januari 2019 - 17:55 WIB

Among Kurnia Ebo
Among Kurnia Ebo

INDUSTRY.co.id - Suka atau tidak suka pesta penghujung tahun menyambut datangnya tahun baru 2019 tetaplah bernuansa Tahun Politik. Karena 17 April itu tidak lama. Relatif dekat bahkan. Dan saat itulah bangsa Indonesia akan memilih presiden barunya.

Saya coba telusur fenomena yang berkembang dari beberapa bulan lalu. Hingga akhir tahun 2018. Saya baca fakta dan semiotiknya. Baik dari laporan medsos maupun percakapan di warung-warung kopi bersama orang-orang desa. 

Dan fenomenanya agak mengejutkan memang. Ada semacam arus balik kesadaran baru yang sedang terjadi di masyarakat kita. 

Kalau di Pilpres tahun 2014 sambutan masyarakat terhadap Pak Joko yang dianggap Satrio Piningit tampak gegap gempita maka fenomena itu tidak terjadi lagi saat ini. 

Banyak kejadian deklarasi tim pemenangan JoMin tidak disambut antusias oleh masyarakat. Sepi di mana-mana. 

Kalau toh ada yang ramai di satu dua tempat itu karena adanya pengerahan massa. Adanya mobilisasi yang masif. 

Bukan karena kesadaran sendiri.

Sebaliknya kampanye Prabowo Sandi di mana-mana selalu hingar bingar disambut masyarakat. Massa menyambut kehadirannya bak seorang artis atau selebritis. Tidak ada laporan adanya mobilisasi di situ. 

Masyarakat datang berbondong-bondong dengan sendirinya. Tanpa komando, tanpa paksaan. Tanpa iming-iming nasi bungkus atau uang transpor. 

Begitulah faktanya. Setidaknya itu nampak kasatmata hingga fenomena kedatangan Prabowo di Ambon dua hari kemaren.

Pada saat yang sama  fenomena ini tampak semacam ironi juga. Bagaimana bisa, pasangan Prabowo Sandi yang relatif tidak punya pendukung militan, tidak punya basis massa fanatik di pedesaan, dan bukan media darling bagi pers, tapi disambut begitu hangat dan meriah di mana-mana. 

Ya, ada semacam anomali di sini. Apakah yang begini ini yang dinamakan satrio piningit itu sesungguhnya? Sebetulnya tidak begitu dikenal dekat  massa bawah tapi kedatangannya disambut riang gembira.

Faktanya bukan saja fenomena antusiasme yang terbaca. Bukan sekadar masyarakat berbondong-bondong menunggu kedatangan pasangan nomor 02 ini. 

Tapi sebagian dari mereka datang sekaligus dengan membawa uang yang mereka miliki. Mereka serahkan langsung uang itu sambil menyertainya dengan doa bahkan titikan air mata. Peristiwa seperti hampir belum pernah jadi fenomena pada Pilpres Pilpres sebelumnya.

Kalau dilihat nominal angkanya mungkin tidak besar. Bukan ratusan juta apalagi sampai jumlah milyaran. Tidak ada. 

Tapi, semiotikanya adalah sumbangan yang diberikan itu seberapa pun kecilnya adalah semacam pernyataan rakyat. Bahwa mereka mendukung pasangan ini. Dan siap membantu dengan segenap jiwa, raga, dan harta yang dipunya. 

Diberikan dengan ketulusan. Disertai doa dan harapan akan datangnya kemenangan.

Uniknya lagi sumbangan uang kampanye itu tidak hanya diberikan oleh rakyat pribumi. Bahkan golongan minoritas Tionghoa pun melakukannya. 

Bahkan dengan terang-terangan. Terbuka. Bukankah ini juga keanehan, kalau tak boleh disebut anomali.

Orang-orang Tionghoa itu sejak dulu kulturnya adalah berada di belakang layar. Kalau menyumbang dana ke pasangan capres pun dilakukan diam-diam. Ibarat kata, tangan kirinya pun tidak tahu ia menyumbang berapa. 

Mereka bukan pemilik kultur yang demonstratif untuk urusan dukung mendukung dan sumbang menyumbang dana dalam urusan politik. 

Jadi, fenomena kelompok Tionghoa yang sudah berani mempublikasikan dukungannya dan sumbangannya secara terbuka itu adalah semacam arus balik kesadaran juga. 

Di kalangan massa pribumi terjadi. Di kalangan kelompok nonpri juga terjadi.

Anomali berikutnya adalah soal pers. Pasangan Prabowo Sandi ini sudah diketahui oleh publik sedang "dimusuhi" oleh media mainstraim. 

Apa yang mereka lakukan dianggap bukan kegiatan yang media darling. Tidak layak diberitakan. Kalau toh diberitakan ya paling dicari sisi  yang negatif. Yang diframing seolah-olah untuk menjatuhkan kredibilatasnya.

Itu dari sisi konten. Kalau dari makronya, bisa jadi karena media-media mainstraim memang sudah dijinakkan oleh rezim. Supaya tidak memberitakan agenda agenda politik pasangan nomor 02 ini. Tafsir yang sangat wajar jika itu mengemuka.

Namun, justru karena media-media mainstream itu telah melakukan diskriminasi, muncul semacam perlawanan dari rakyat. Dari arus bawah. 

Berita-berita underground dari sosmed seakan tak terbendung. Memberitakan kegiatan kampanye Prabowo Sandi yang meriah oleh sambutan masyarakat dari hari ke hari. 

Kalau ada adagium lama: ketika politik dibungkam maka sastra yang bicara. Kini yang bicara itu sudah beralih ke Sosmed. Dan melihat trendnya tampaknya akan terus menjadi arus yang makin besar ke depannya nanti.

Anomali berikutnya adalah mulai ada semacam ketidakpercayaan rakyat terhadap berita-berita negatif tentang Prabowo. Yang disiarkan secara masif lewat media-media mainstream. Rakyat seolah punya kecerdasan. Dan kesimpulan sendiri setelah melihat apa yang senyatanya terjadi.

Setiap ada serangan terhadap Prabowo yang dicap sebagai penculik dan pelanggar HAM, seketika counter attack berjalan dengan sendirinya oleh arus bawah. Perlawanan opini tidak lagi dilakukan oleh tim kampanye resmi. Rakyatlah yang melawan dengan caranya sendiri.

Ketika melihat langsung bahwa semua aktivis yang pernah diamankan Prabowo masih hidup bahkan kemudian mereka dikasih posisi-posisi penting di Partai Gerindra (ada juga yang menjadi pengurus teras si Partai Demokrat) masyarakat kemudian mengambil kesimpulan sendiri. 

Bahwa apa yang selama ini mereka dengar tentang Prabowo itu ternyata salah. Tidak ada yang memaksakan opini itu. Semua terjadi begitu natural. Di titik ini secara otomatis tingkat kepercayaan dan dukungan pada Prabowo akan semakin menggelembung.

Bagaimana dengan Sandi?

Sama saja. Kehadirannya sangat dirindukan kalangan emak-emak dan kalangan milineal. Di setiap kota yang disinggahinya yang menyambutnya juga membludak.

Sandi yang merepresentasikan anak muda itu seolah menjadi idola baru. Sosok yang hebat: kaya, genius, atletis, dan membumi. 

Di mata ibu-ibu yang begini tentulah gambaran yang perfek. Yang layak jadi role model bagi anak-anaknya.

Cara Sandi melakukan pendekatan ke kalangan muda milineal juga terbilang genial. 

Sandi yang cumlaude. Lulusan barat. Dari kalangan high class. Orang kota yang ternyata dengan karakter humble-nya bisa langsung membaur dengan anak-anakmuda gaul. 

Lewat model kampanye main basket bersama. Lari pagi bersama. Diskusi di kafe rame-rame. Senam bareng. Mendatangi pelatihan-pelatihan kewirausahaan untuk pemula. 

Ternyata kehadirannya diterima dengan hangat. 

Sandi masuk dan berbaur seakan tanpa gap. Sebagai anak muda yang sama-sama alay. Nggak pake jaim. Segmen ini tentu tidak bisa diambil Prabowo. Dan Sandi dengan sangat baik melakukan sapu bersih di segmen milenial.

Bukan cuma di kalangan anakmuda gaul saja Sandi bisa diterima. Bahkan di kalangan pesantren pun bisa masuk. Santri-santri muda juga begitu hangat menyambutnya. Meskipun sebenarnya ini bukan hal yang mengherankan. 

Sebab, Sandi memang bukan sosok yang asing bagi warga muda pesantren. Sudah sejak tahun 2015. Ia sudah dikenal kalangan pesantren karena sering blusukan memberikan wawasan kewirausahaan kepada para santri. 

Apalagi ketika sering diundang oleh HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia). Sejak tiga empat tahun silam. 

Jadi, kalau sekarang anakmuda pesantren tidak melakukan resistensi atas kehadirannya, itu sangat bisa dimaklumi. Karena Sandi sudah ibarat keluarga di kalangan mereka.

Jadi, jika melihat fenomena banyaknya arus balik kesadaran dan anomali-anomali yang terjadi itu, rasanya kok tanda-tanda kemenangan pasangan ini semakin dekat. Semakin terang benderang. Ada atau tidak ada mesin partai yang berjalan. 

Mesin partainya bukan lagi pengurus partai. Mesin partai yang bergerak ternyata sudah diambil alih oleh rakyat. 

Dan sudah menjadi kelaziman. Jika rakyat sudah bergerak sendiri, atas kesadarannya sendiri, tak akan ada kekuatan apapun yang bisa mengalahkan. 

Ya, rakyat bergerak. Tak bisa dikalahkan. Semestalah yang berpihak!!!!

Maka jika ada semacam kepanikan tim lawan itu juga wajar. Gerakan rakyat yang masif dan mandiri begini tentu memunculkan kekuatiran, bahkan bisa jadi menyebabkan badan jadi panas dingin. 

Akibatnya, fokus mereka jadi kacau. Salah satu indikasinya, ketika tidak bisa melakukan hal yang sama, taktik yang dijalankan kemudian adalah menyerang ranah-ranah privat. 

Yang tes jadi imam salatlah, yang adu baca Quranlah, yang punya isteri apa nggaklah, yang ditanyakan prestasi apalah, dan sebagainya. Yang semua itu sebenarnya jauh dari substantif. Ini mau adu Pilpres, bukan mau lomba MTQ kan? Acuannya kok jauh dari aturan konstitusi!

Selamat tahun baru!
Selamat menyambut harapan baru.
Sukses Bahagia untuk Semua!

Oleh Among Kurnia Ebo, seorang pengembara yang peduli politik!

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Kemenkeu dan Kejaksaan Agung Bersinergi Tangani Kredit Bermasalah di LPEI

Selasa, 19 Maret 2024 - 11:36 WIB

Tangani Kredit Bermasalah di LPEI, Kemenkeu Bersinergi Dengan Kejaksaan Agung

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menemui Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menyerahkan dan melaporkan indikasi terjadinya tindak pidana fraud pada pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan…

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu,

Selasa, 19 Maret 2024 - 11:24 WIB

Jaga Perekonomian Indonesia, Pemerintah Akan Terus Pantau Dampak Perlambatan Ekonomi Global

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global untuk menjaga perekonomian Indonesia. 

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan OCBC 2024

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:42 WIB

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan OCBC 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2024 di OCBC Tower, Jakarta. Dalam rapat tersebut, Bank memperoleh persetujuan atas seluruh mata acara…

Petugas Bank Mandiri mengecek keuangan yang akan ditukarkan ke masyarakat

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:39 WIB

Antisipasi Kebutuhan Nasabah pada Ramadhan & Idul Fitri, Bank Mandiri Siapkan Uang Tunai Secara Net sebesar Rp 31,3 Triliun

Bank Mandiri menyiapkan net kebutuhan uang tunai sekitar Rp 31,3 triliun untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat selama 30 hari ke depan, yaitu pada 18 Maret –…

Gelar Safari Ramadan, Jamkrindo Lakukan Kegiatan Sosial di Tarakan

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:27 WIB

Gelar Safari Ramadan, Jamkrindo Lakukan Kegiatan Sosial di Tarakan

Dalam rangka Ramadan, sekaligus sebagai rangkaian peringatan HUT ke-54 pada tanggal 1 Juli 2024 mendatang, PT Jamkrindo melakukan kegiatan Safari Ramadan di beberapa daerah. Dalam kegiatan Safari…