Kiprah HKI Kerek Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Oleh : Ridwan | Sabtu, 08 Desember 2018 - 12:10 WIB

Kawasan Industri (Ist)
Kawasan Industri (Ist)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Berawal dari upaya menata sejumlah fasilitas produksi dan manufaktur yang tersebar secara random di sejumlah wilayah,  dikembangkanlah kawasan industri, sehingga terbentuk kawasan khusus pemusatan industri.

Belakangan kawasan industri dipandang sebagai salah satu proyek properti yang bisa menumbuhkan pertumbuhan ekonomi di sekitar kawasan. Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia layak menyandang predikat kumpulan industri penunjang pertumbuhan ekonomi. 

Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh daerah merupakan bentuk pencapaian ideal  bagi suatu negara. Tak ada ketimpangan pertumbuhan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Bukan hal yang mudah untuk dicapai tentunya. 

Persoalan muncul ketika upaya untuk mendorong pertumbuhan menghadapi sejumlah kendala, dari minimnya dana kas pemerintah yang harus diinvestasikan, kondisi geografis atau daerah yang terlalu luas, hingga peran serta pihak swasta yang minim sehingga pemerintah harus bekerja sendiri untuk menciptakan pertumbuhan di seluruh kawasan.

Kendala ini pun merupakan persoalan klasik bagi Indonesia. Bagi negara dengan luas 1,904 juta km2 yang terbagi atas 17.504 pulau, dan secara administratif terbagi atas 34 provinsi,  menciptakan pertumbuhan yang merata di setiap tentu butuh extra effort sekaligus extra expense.  

Dengan jumlah pendapatan negara di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang sebesar Rp1.894,7 triliun, menjadi  angka yang amat mini, jika diharapkan bisa digunakan untuk menumbuhkan perekonomian setiap wilayah. Untuk memberikan stimulus pertumbuhan pun banyak kalangan menyebut tak akan cukup dana yang bisa dialokasikan dari APBN. Pasalnya angka defisit belanja negara saja tercatat sebesar 2,19%. 

Tak banyak dana yang bisa disisihkan oleh pemerintah untuk menggelar proyek infrastruktur di sejumlah kawasan di luar Pulau Jawa yang kondisi perekonomiannya masih tertinggal. Pembangunan infrastruktur  sebagai obat mujarab untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi memang sebuah keniscayaan. Namun apa daya, kebutuhan dana untuk pengembangan infrastruktur di Tanah Air pada tahun lalu saja disebut-sebut berada di kisaran Rp1.000 triliun.

Peran Swasta untuk Pengembangan Infrastruktur 

Dibutuhan peran swasta untuk ikut 'cawe-cawe' dalam upaya menciptakan pertumbuhan tersebut. Menimbang minimnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, peran swasta pun menjadi sebuah keniscayaan pula. Soal peran swasta, tentunya tak bisa dinafikan peran dari para pengusaha properti yang khusus mengembangkan kawasan industri. 

Pasalnya, para pengembang kawasan industri telah ikut membantu pemerintah melakukan pemusatan industri, termasuk di dalamnya menyediakan lahan yang didukung sejumlah infrastruktur penunjang. Dari sisi apa yang disediakan oleh para pengembang kawasan industri, setidaknya mereka telah ikut menyiapkan infrastruktur yang selama ini belum bisa diupayakan oleh pemerintah, untuk mendorong masuknya investasi baru.   

Jika mengacu pada apa yang temaktub dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009, maka kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. 

Berdasarkan PP tersebut, tujuan pembangunan kawasan industri terdiri atas upaya pengendalian pemanfaatan ruang, meningkatkan upaya pembangunan industri berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri,  meningkatkan daya saing investasi, dan memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait.
Dari beleid tersebut jelas ada beberapa poin dari tujuan pendirian pembangunan kawasan industri, yang pro pertumbuhan dan pro investasi. 

Kawasan Industri Pacu Pertumbuhan Ekonomi Kawasan

Memang sejumlah manfaat dari pengembangan industrial estate lebih diutamakan pada upaya pengaturan dan penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah yang lebih baik. Artinya, keberadaan Kawasan Industri membantu pemerintah dalam pengaturan pertumbuhan industri dalam satu hamparan sehingga industri tumbuh dalam penataan yang teratur dengan baik, melalui master plan Kawasan Industri yang telah disahkan oleh pemerintah daerah.

Lewat kawasan industri, juga akan tercipta pengendalian Pencemaran Lingkungan. Pasalnya di kawasan ini akan dilakukan studi AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan) yang merupakan persyaratan awal untuk mendapatkan Izin Lingkungan yang selanjutnya dipergunakan untuk pengurusah Izin Usaha. Dari sini akan dilakukan seleksi terhadap investor (jenis usaha) yang akan dioperasikan, ataupun membuat pengelompokan  terhadap industri berat, sedang dan tingan di Kawasan Industri.

Disampaikan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, Sanny Iskandar, setiap pengembang Kawasan Industri diwajibkan membangun dan pengelola serta memelihara prasarana dan sarana Kawasan Industri selama ada kegiatan industri. 

“Dengan ketersediaan prasarana dan sarana di dalam Kawasan Industri, maka investor tidak perlu lagi menanggung biaya pembangunan infrastruktur. Begitu juga keuntungan bagi pemerintah, akan  lebih mudah menyiapkan perencanaan pasokan listrik, gas, dan kebutuhan investor lainnya. Karena industri tumbuh dalam satu kesatuan,” ujarnya dalam satu kesempatan diskusi dengan media.

Berikutnya, lanjut Sanny, kawasan Industri secara otomatis akan memberikan daya tarik investor untuk berinvestasi, yang pada ujungnya akan meningkatkan ekspor non migas, menambah lapangan kerja, memperbesar pendapatan asli daerah serta menumbuhkan sektor-sektor bidang usaha lainnya.

Sejatinya, pemerintah telah memulai langkah awal pengembangan kawasan industri sejak era tahun 1970-an, ketika industri manufaktur di Tanah Air mulai menggeliat, sebagai konsekuensi dari terbitnya aturan dan izin masuknya investasi baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. 

Investasi pun mengalir ke dalam negeri, ke sejumlah daerah yang dinilai strategis dan telah didukung oleh infrastruktur yang baik. Sayangnya, industri menjadi tumbuh secara acak, dan investor lebih banyak memilih lokasi yang berdekatan dengan pusat kota. Dampak dari pertumbuhan yang sporadis tersebut adalah bermunculannya kantong–kantong industri  yang  tidak tertata dengan baik. 

Menimbang situasi demikian, pemerintah pun memulai proyek baru berupa pembangunan kawasan industri, dengan Pulogadung dipilih sebagai lokasi proyek pertama. Pulogadung saat itu dipilih karena di sekitar daerah tersebut telah tumbuh beberapa kegiatan  industri  seperti industri perakitan mobil, motor, dan alat alat berat, serta farmasi.
Maka pada  26 Juni 1973,  dibentuklah  PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung atau yang lebih poluler dikenal dengan nama JIEP, dan merupakan Kawasan Industri pertama di Indonesia menjadi proyek percontohan bagi Pemerintah untuk melakukan studi  Kawasan Industri dibeberapa daerah lainnya. 

Diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1974 tentang “Ketentuan–ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan” menjadi awal lahirnya  regulasi Kawasan Industri (Industrial Estate). Hanya saja saat itu pengembangan kawasan industri masih dibatasi  kewenangannya pada BUMN maupun BUMD.

Keberhasilan JIEP mendorong pemerintah untuk mengembangkan proyek serupa di beberapa daerah lain. Sebut saja Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Jawa Timur, Kawasan Industri Cilacap (KIC) di Jawa Tengah, Kawasan Industri Medan (KIM) di Sumatera Utara, Kawasan Industri Makasar (KIMA) di Makasar.

Pengembangan selanjutnya diikuti  pengembangan area yang dimiliki BUMN seperti PT Krakatau Steel yang sebagian areanya dikembangkan menjadi Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) yang berlokasi di Cilegon, Banten. Di Jakarta Utara dikembangkan Kawasan Industri berstatus  Berikat (Bonded Zone) yang dikelola oleh PT  Kawasan Berikat Nusantara (KBN), dan merupakan Kawasan Berikat pertama di Indonesia. Sayangnya pengembanan Kawasan Industri di Provinsi Lampung karena satu dan lain hal tidak dapat terealisasi.

Peran Swasta Kembangkan Kawasan Industri 
Seiring berjalannya waktu, pengembangan kawasan industri tak lagi bisa dilakukan secara mandiri oleh pemerintah. Kendati pengembangannya dilakukan dengan pola kerjasama antara modal pemerintah pusat dan pemerintah daerah, namun dalam kurun waktu sekitar 17 tahun sejak tahun 1973,  pemerintah hanya mampu membangun 7 (tujuh) Kawasan Industri, dengan total area 2.596 hektare. 

Disampaikan Direktur Eksekutif Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Fahmi Shahab, minimnya pertumbuhan Kawasan Industri di beberapa wilayah di Indonesia, mengakibatkan tingginya kebutuhan lahan bagi industri menjadi kurang terakomodir.

“Sementara kebutuhan lahan terus meningkat dan sangat mendesak. Akhirnya banyak  industri yang  tumbuh di luar Kawasan Industri. Sehingga pertumbuhan  industri tersebut tidak diimbangi dengan pola penataan ruang dan aspek lingkungan yang baik. Ini berdampak pada masalah lingkungan maupun aspek sosial lainnya,” kata Fahmi.

Di sinilah, kata Fahmi, peran dari para pelaku industri properti pengembang kawasan industri, dalam menciptakan infratsruktur penunjang masuknya investasi, sekaligus menciptakan tata ruang dan tata kelola yang baik bagi cluster-cluster industri. Pengembangan kawasan industri oleh swasta, juga dipastikan bakal ikut memberikan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian di sekitar kawasan tersebut.

Terbitnya Keputusan Presiden No.53 Tahun 1989 Tentang Kawasan Industri, menjadi awal  dilibatkannya swasta dalam pengembangannya, sekaligus menjadi fase baru kebangkitan pengembangan Kawasan Industri di Indonesia.

Beleid tersebut juga diperkuat oleh  terbitnya UU No.3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, dan Peraturan Pemerintah No 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri, termasuk beberapa peraturan perundangan yang bersifat teknis sebagai implementasi dari PP tersebut.

Dengan hadirnya HKI, telah terbangun 87 Kawasan Industri yang tersebar di 18 provinsi, dengan total area mencapai lebih kurang 85.000 hektare, dan telah menjadi 'rumah' bagi  9.361 perusahaan yang bergerak di industri manufaktur.

Namun ada yang menjadi keprihatinan dari HKI di tengah makin berkembangnya pertumbuhan kawasan industri di dalam negeri. Adalah daya saing Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai Macan Asia dalam hal tujuan invetasi, kini telah melorot dan tergeser oleh sejumlah negara pesaing.

Dikatakan Sanny Iskandar, posisi Indonesia sebagai negara yang diminati industri manufaktur Jepang misalnya, telah bergeser  di tahun 2013 yang berada di rangking 1, berubah di tahun 2017  di rangking 7 di bawah Thailand dan Vietnam.

“Memperhatikan kondisi tersebut HKI cukup prihatin. Dimana Jepang sebagai negara industri maju yang telah melakukan investasi cukup besar di Indonesia sejak bertahun tahun lamanya, saat ini sedang mengalihkan perhatiannya kebeberapa negara lainnya di Asia,” kata Sanny.

Untuk itu Himpunan Kawasan Industri Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional XIX yang digelar di Legian, Bali pada Juli tahun ini mengelar kegiatan Business Forum dengan memilih tema “Revitalisasi Indonesia Sebagai Negara Tujuan Investasi”.

Pemilihan tema tersebut, menurut Sanny berdasarkan posisi Indonesia yang tak lagi menjadi negara tujuan utama investasi. “HKI mencoba akan mengangkat kembali citra Indonesia sebagai negara tujuan investasi  khususnya sektor industri manufaktur,” imbuhnya.

HKI sendiri sebagai mitra pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian, harus berani tampil memainkan peran positifnya menggairahkan kembali investasi khususnya disektor industri manufaktur. 

Dikatakan Sanny Iskandar, HKI akan terus bergandengan tangan dengan Pemerintah dalam mendukung dan mensukseskan program pemerintah dalam penyederhanaan perizinan seperti Kemudahan Layanan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK) dan penerapan Online Single Submission di Kawasan–Kawasan Industri. 

“Kita berharap melalui  penerapan KLIK dan OSS di Kawasan Industri akan membawa dampak positif yang sangat berarti masuknya Investasi ke Kawasan-Kawasan Industri,” kata Sanny.

Tantangan Pengembangan Kawasan Industri  
Dalam kesempatan tersebut, HKI menggarisbawahi sejumlah persoalan utama, yang bisa jadi penghambat masuknya investasi baru ke kawasan industri di Tanah Air. Hal pertama yang disoroti adalah Kebutuhan Listrik Untuk Kawasan Industri. 

Sebagaimana yang diamanat dalam PP No.142/2015 tentang Kawasan Industri pada pasal 42 ayat(1), Kawasan Industri diberikan fasilitas kemudahan pembangunan dan pengelolaan tenaga listrik untuk kebutuhan sendiri dan Industri didalam Kawasan Industri.  Menurut Sanny, sampai saat ini kebijakan tersebut belum direalisasikan oleh aturan yang seharusnya dibuat oleh Menteri ESDM, dimana hal tersebut diamanatkan dalam pasal tersebut pada ayat di PP yang sama. 

Terkait penetapan tarif listrik yang diusahakan sendiri oleh Pengelola Kawasan Industri, HKI telah beberapa kali melakukan rapat–rapat koordinasi dengan Instansi terkait. Hal ini menyangkut UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, maka tarif listrik yang diusahakan sendiri untuk Kawasan Industri harus mendapat persetujuan dari DPRD dan Gubernur. 

“HKI  meminta agar Kementerian ESDM membuat suatu Pedoman untuk kemudahan penetapan tarif listrik bagi Kawasan Industri,” kata Sanny.

Selain persoalan penetapan tarif listrik, bisnis pengelolaan kawasan industri juga masih menyoroti tingginya harga untuk industri.  Sebagai gambaran, harga gas di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, antara US$ 6 hingga US$10 per MMBTU dibanding beberapa negara lainnya dengan nilai rata-rata  di bawah US$ 5 per MMBTU.

“Kondisi ini menjadi salah satu kendala bagi Kawasan Industri untuk melakukan daya saing investasi,” demikian kata Sanny Iskandar.

HKI sendiri telah mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan skala prioritas kebutuhan gas untuk Kawasan Industri, sebagaimana amanat UU No.3/2014 tentang Perindustrian.

Permasalahan Air Baku untuk kebutuhan Industri juga menjadi 'concern' HKI, karena sampai saat ini masih menjadi persoalan  antar instansi atau kementerian. Pasalnya masing–masing instansi memiliki dasar hukum yang bervariatif terhadap masalah sumber daya air, sehingga ada cara pandang yang berbeda baik Kementerian Perindustrian maupun Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat dalam pengawasan penggunaan air baku oleh industri.

HKI lebih lanjut telah mengusulkan kepada Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kemenperin agar dibuat definisi tentang Air Baku dan Air Industri, yang  dapat dimuat dalam perubahan PP No.142/2015, pasal 11.a Air Baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai bahan untuk diolah menjadi air industri. Sedangkan air Industri adalah air hasil olahan instalasi pengolahan air baku yang didistribusikan ke perusahaan industri dalam Kawasan Industri, dengan kualitas air yang memenuhi syarat kebutuhan air bersih bagi kegiatan industri perusahaan industri.

Dalam Penjelasan Pasal 11.a disebutkan bahwa, “Dalam rangka mendistribusikan air industri ke perusahaan industri, pengelola Kawasan Industri dapat menetapkan tarif air industri dengan mencantumkan dalam Tata Tertib Kawasan Industri”.

Target Pengembangan Kawasan Industri Baru 
Sementara itu dalam pernyataannya yang disampaikan ke media, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan komitmen pemerintah untuk terus mendukung pertumbuhan pengembangan kawasan industri di Tanah Air. 

“Pembangunan kawasan industri juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dalam negeri serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi Juni lalu (27/6). 

Selain itu, aktivitas industri juga memberikan efek positif yang luas seperti peningkatan pada nilai tambah bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.

Pada tahun ini, pemerintah menargetkan tambahan 13 kawasan industri baru dengan prediksi nilai investasi yang bisa ditarik mencapai Rp250,7 triliun. Adapun 13 kawasan industri (KI) tersebut, yaitu KI Morowali di Sulawesi Tengah, KI atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di Sumatera Utara, KI Bantaeng di Sulawesi Selatan, KI JIIPE Gresik di Jawa Timur, KI Kendal di Jawa Tengah, dan KI Wilmar Serang di Banten. 
Kemudian ada pula, KI Dumai di Riau, KI Konawe di Sulawesi Tenggara, KI/KEK Palu di Sulawesi Tengah, KI/KEK Bitung di Sulawesi Utara, KI Ketapang dj Kalimantan Barat, KI/KEK Lhokseumawe di Aceh, dan KI Tanjung Buton di Riau.

“Pemerintah telah memberikan kemudahan berinvestasi di dalam kawasan industri, antara lain melalui pemberian insentif fiskal dan non-fiskal serta pembentukan satgas untuk penyediaan gas, listrik, air, SDM, lahan, tata ruang, dan lain-lain,” ujar Airlangga.

Berdasarkan catatan dari HKI, saat ini  jumlah Perusahaan Kawasan Industri yang terdaftar sebagai Anggota HKI sampai tanggal 30 Juni 2018 tercatat sebanyak 87 perusahaan, dengan total area mencapai lebih kurang 85.000 hektare, tersebar di 18 Propinsi 41 kabupaten dan kota. Berdasarkan  data yang diterima, seluruh kawasan tersebut telah berdiri 9.361 industri manufaktur.

Dari jumlah Kawasan Industri yang tercatat sebagai anggota HKI, sebanyak 60 Kawasan Industri telah beroperasi dan 27 Kawasan Industri lainnya masih dalam tahap persiapan.
Jumlah Kawasan Industri yang berstatus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terdapat 8 Kawasan Industri dengan luasan lahan 8.831,65 hektare. Sementara yang berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN)   tercatat sebanyak 17 Kawasan Industri berdasarkan Peraturan Presiden No.58/2017.

Selain itu terdapat 17 Kawasan Industri  berstatus Kawasan Industri Prioritas, dan sebanyak 47 kawasan industri telah memperoleh Fasilitas Kemudahan Layanan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK). Last but not least, jumlah Kawasan Industri yang telah memperoleh status Obyek Vital Nasional Sektor Industri (OVNI) tercatat sebanyak 18 Kawasan Industri.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Property Guru Awards 2024 kembali digelar

Sabtu, 20 April 2024 - 09:16 WIB

PropertyGuru Indonesia Property Awards 2024 Memperkenalkan Kategori Baru

PropertyGuru Indonesia Property Awards adalah bagian dari rangkaian PropertyGuru Asia Property Awards regional, yang memasuki tahun ke-19 pada tahun 2024.

Girl grup Arize rilis single keempat, Say Yes.

Sabtu, 20 April 2024 - 08:10 WIB

Formasi Baru, Girl Grup Arize Percaya Diri Rilis Single Say Yes

Dalam single Say Yes, girl grup Arize tampil dalam formasi baru. Berempat dengan beberapa diantaranya wajah baru yang memiliki kemampuan saling melengkapi.

Sabtu, 20 April 2024 - 07:24 WIB

Leet Media Luncurkan “Pertamina Renjana Cita Srikandi” yang disupport oleh Pertamina, Siap Dukung Pemberdayaan Perempuan

Dalam rangka mendorong pemberdayaan perempuan Indonesia, Leet Media dengan bangga mempersembahkan Pertamina Renjana Cita Srikandi, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17-19 Mei 2024 di Senayan…

Omega Hotel Management Segera Meluncurkan Restoran Indonesia "Ramela - Cultural Taste of Indonesia"

Sabtu, 20 April 2024 - 06:12 WIB

Omega Hotel Management Segera Meluncurkan Restoran Indonesia "Ramela - Cultural Taste of Indonesia"

Omega Hotel Management dengan bangga akan segera meluncurkan restoran terbaru mereka yang menampilkan kekayaan kuliner Indonesia, "Ramela - Cultural Taste of Indonesia". Restoran ini akan menjadi…

Aslog Dankormar Tandatangani Naskah Memorandum

Sabtu, 20 April 2024 - 05:12 WIB

Aslog Dankormar Tandatangani Naskah Memorandum

Menjelang acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Asisten Logistik Komandan Korps Marinir (Aslog Dankormar) dilaksanakan memorandum Serah Terima Jabatan dari pejabat lama Kolonel Marinir Tri Subandiyana,…