INDEF: Diviasi Target Inflasi BI Perlu Direvisi

Oleh : Herry Barus | Kamis, 15 November 2018 - 21:44 WIB

 Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) (FotoIst)
Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) (FotoIst)

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Peneliti Istitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto menilai, deviasi target inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia (BI) setiap tahun perlu direvisi agar lebih kredibel.

Menurut Eko di Jakarta, Kamis (15/11/2018) , padai era inflasi rendah saat ini, deviasi inflasi "plus minus satu persen" tidak relevan lagi.

Deviasi tersebut memang pas digunakan saat inflasi Indonesia "double digit" alias di kisaran 10 persen ke atas, namun tidak untuk saat ini.

"Kalau inflasi kita seperti dulu 9-10 persen, deviasi itu masih oke lah. Tapi kan inflasi dalam beberapa tahun terakhir 3-4 persen, "range"-nya 10 atau 15 persen saja lah. Misalnya tahun depan targetnya 3,5 persen, range bawahnya 3 persen saja. Biar menimbulkan efek "credibility"," kata Eko saat jumpa pers.

Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah.

Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Berdasarkan PMK No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi tahun 2016, 2017, dan 2018 tanggal 21 Mei 2014 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2016 -2018, masing-masing sebesar 4 persen, 4 persen, dan 3,5 persen , dengan deviasi masing-masing "plus minus satu persen".

Sementara itu, sasaran inflasi 2019-2021 ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 124/PMK.010/2017, masing-masing sebesar 3,5 persen, 3 persen dan 3 persen, dengan deviasi masing-masing "plus minus satu persen".

Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil.

"Sudah saatnya kita menggunakan target yang lebih realistis. Itu tidak pernah direvisi sejak Inlfation Targeting Framework mulai diterapkan sejak 2005. Itu membuat kita susah menilai apakah inflasi ini terjadi karena efek kebijakan atau di luar kebijakan," ujar Eko.

Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati seperti dilansir Antara menambahkan, apabila tidak direvisi, harus ada opsi lain agar target inflasi BI menjadi lebih kredibel yaitu BI hanya ditargetkan untuk mencapai inflasi inti yang memang bisa dikendalikan dengan kebijakan moneter. Sedangkan pemerintah bertanggung jawab untuk menjaga inflasi di luar inflasi inti.

"Harus ada jalan tengah di mana masing-masing bertanggung jawab sesuai kewenangannya. Kalau BI kan tidak punya kewenangan di sektor riil yang memicu inflasi volatile food. Jangan dipaksakan karena nanti instrumen-instrumen BI jadi tidak fokus dan efektif," ujar Enny.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.

PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) (Foto Dok Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 16:19 WIB

Jasindo Salurkan Bantuan TJSL untuk Mendukung Perekonomian Masyarakat

PT Asuransi Jasa Indonesia atau Asuransi Jasindo menyalurkan bantuan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) kepada masyarakat di berbagai daerah di Indonesia selama periode Q1 tahun 2024.…