RUU Sumber Daya Air Sebaiknya Fokus untuk SPAM

Oleh : Ahmad Fadli | Selasa, 18 September 2018 - 11:30 WIB

Ilustrasi sistem penyediaan air minum (SPAM)
Ilustrasi sistem penyediaan air minum (SPAM)

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Kerancuan yang terdapat dalam draf Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (RUU SDA), salah satunya disebabkan adanya penyatuan sistem penyediaan air minum (SPAM) dan air minum dalam kemasan (AMDK).Itu membuat terjadinya pasal-pasal yang saling tumpang tindih di RUU SDA.

Melihat hal itu, Pakar Hidrologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Nana Mulyana menyarankan agar RUU SDA ini fokus saja kepada SPAM atau air perpipaan.Karena menurutnya, banyak yang perlu dibenahi dalam SPAM ini.Misalnya dalam hal pengelolaan air bersih di tingkat pedesaan hingga provinsi.

Menurutnya, kalau SPAM di level desa, itu mungkin bisa ditangani oleh BUMDes atau inisiator kelompok di level masyarakat.

“Saya punya binaan di Cigombong, Bogor.Masyarakat di sini kami berdayakan dengan diberi fasilitas pipanisasi dan mereka mengelolanya secara mandiri.Itu mereka membayar iuran sebesar Rp 3 per meter kubik.Itu sangat murah sekali.Kalau satu keluarga itu ada empat orang dan masing-masing membutuhkan air bersih itu kira-kira 240 liter, dalam sehari mereka hanya butuh 750-1000 liter air bersih.Artinya, dengan biaya semurah itu, penduduk di pedesaan sudah bisa mendapatkan aksesair bersih,” tutur Nana.

Kenapa itu bisa dilakukan, menurut Nana, karena sumber airnya ada. Dan karena jumlah penduduk di pedesaan itu tidak banyak, PDAM tidak perlu masuk ke sana. “Jadi biarkanlah desa itu dibangun SPAM atau perusahaan air yang skalanya desa,” ucapnya.

Nah, untuk kecamatan, kata Nana, mungkin bisa masuk PDAM karena pelanggannya banyak dan investasinya menarik.Harganya pun bisa lebih tinggi.Begitu juga di kabupaten, provinsi, dan industri. Selain PDAM, karena membutuhkan air bersih yang jumlahnya sangat banyak, keterlibatan BUMN, BUMD, dan pihak swasta juga diperlukan. “Yang penting, akses air bersihnya itu dapat dengan harga yang wajar dan tidak ada monopolistik di situ,” ujarnya.

Jadi, kata Nana, akses air bersih itu bukan hanya infrastrukturnya saja, tapi pemahaman terhadap keairan itu penting.“Di sinilah diperlukan regulasi yang betul-betul fokus untuk mengatur hal itu,” katanya.

Untuk masalah pipanisasi, Nana menuturkan bahwa sebenarnya Belanda sudah memberikan contohnya.Di mana pada tahun 1922 lalu telah dilakukan pipanisasi dari Ciomas Bogor ke Jakarta.Tapi itu tidak ditiru oleh pemerintah. Yang jelas, banyak sumber-sumber air yang menarik di sini. Belanda dulu membangun Katulampa untuk irigasi ke sekitar 4 ribu hektar wilayah pertanian dengan debit air 8 kubik per detik

“Nah, sekarang kan sawah dan perkebunannya sudah tidak ada karena sudah berubah jadi perkotaan. Tapi airnya kan masih ada yang 8 kubik per detik itu. Seharusnya, ada perubahan mekanisme sekarang bagaimana karena lingkungan sudah berubah, pertaniannya sduah tidak ada, ini dijadikan suplai untuk urban, untuk pengairan di perkotaan supaya air bersihnya ada,” ujarnya.

Menurut Nana, ada potensi air yang bisa digunakan sebanyak 8 ribu liter per detik yang bisa melayani sekitar 80 orang per detik. Jika dikalikan 24 jam, sudah berapa juta orang yang bisa dilayani.Jadi untuk suplai air ke perkotaan tidak usah khawatir.Yang penting infrastrukturnya disiapkan.Tapi harus ada “lompatan katak” dari pemerintah.

“Jadi saya melihat, pembatalan MK (Mahkamah Konstitusi) atas UU SDA Tahun 2004 itu lebih kea rah SPAM, karena banyak yang harus dibenahi melalui UU SDA yang baru nanti,” ujarnya.

Namun, sayangnya dalam draf RUU yang sudah disusun atas inisiatif DPR belum menunjukkan adanya pembenahan itu.Misalnya yang sederhana saja mengenaikata “swasta” dalam RUU SDA yang tidak didefenisikan siapa saja yang masuk di dalamnya.Sebagai contoh petani yang betul-betul berusaha sendiri di lahan sendiri, itu masuk swasta atau tidak?“Menurut saya itu swasta murni lho.Artinya,pengertian swasta itu harus didefenisikan secara jelas siapa yang dimaksud swasta,” ucapnya.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Bank DKI gelar halal bihalal

Kamis, 25 April 2024 - 21:52 WIB

Pemprov DKI Jakarta Apresiasi Bank DKI Sebagai BUMD Penyumbang Dividen Terbesar

Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Badan BP BUMD Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono menyampaikan apresiasi atas kontribusi Bank DKI sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta…

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…