Bahana TCW Investment Management Apresiasi Langkah Pemerintah Meredam Impor

Oleh : Herry Barus | Rabu, 15 Agustus 2018 - 13:57 WIB

Pelabuhan Peti Kemas (Foto Dok Industry.co.id)
Pelabuhan Peti Kemas (Foto Dok Industry.co.id)

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Pasar finansial negara berkembang, termasuk Indonesia tertekan sejak awal pekan ini. Dua komponen utama menjadi penyebab tertekannya kondisi pasar di Indonesia. Pertama, menguatnya Dollar Amerika Serikat (AS) terhadap mayoritas mata uang negara berkembang. Kedua, memburuknya sentimen terhadap negara berkembang akibat krisis mata uang Turki, Lira yang terjadi pada beberapa hari ini.

Sejak awal tahun (ytd), Rupiah telah melemah sebesar 7,59% terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat (AS). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 1,73% , dan ditutup pada level 5.769,88, Selasa (14/8). Sementara, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah (SUN) untuk seri acuan 10 tahun telah menembus level psikologis 8%.

Budi Hikmat, Direktur Strategi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management mengatakan, dampak krisis mata uang Turki terhadap perekonomian Indonesia relatif terbatas. Pasalnya, sejauh ini perbankan Indonesia tak memiliki eksposure terhadap surat berharga Turki. Akan tetapi, memburuknya ekonomi Turki akibat twin deficit  (fiskal dan neraca berjalan) telah menyeret pasar modal Indonesia.

“Secara fundamental, ekonomi Indonesia jauh lebih prudent (hati-hati) dibanding negara lain. Kita jauh dari overheated situation, dimana pertumbuhan kredit lebih lambat tingkat inflasi kuartal 2 masih terjaga,” ungkap Budi Hikmat, dalam siaran pers pada Rabu (15/8/2018).

Sebagai perbandingan, kondisi ekonomi Indonesia masih jauh dari situasi overheated dibandingkan Turki. Secara fundamental, pengelolaan ekonomi Turki saat ini kurang sehat dan memburuknya twin deficit yang ditaksir sekitar 9% dari GDP, dimana berdasarkan data Bloomberg, proyeksi defisit transaksi berjalan (CAD) berkisar 6.4% pada akhir tahun.  Di samping itu, kondisi politik dengan Presiden Amerika Serikat semakin memperburuk situasi.. Kurs mata uang Lira terhadap Dollar AS telah anjlok 70,99%, Yield obligasi negara Turki meningkat hingga 22% sepanjang tahun berjalan.

Sementara, fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik, dimana defisit neraca berjalan (CAD) Indonesia pada kuartal 2-2018 sebesar 3% dari Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB). Tingkat inflasi Indonesia pun jauh lebih rendah, yakni 3.2% dibandingkan tingkat inflasi Turki sebesar 15.9%. Tingkat pengangguran Indonesia sebesar 5.1%, sementara Turki sebesar 10.5%.

Akan tetapi, Budi mengingatkan agar pemerintah Indonesia harus berhati-hati dengan defisit transaksi berjalan yang telah menembus angka 3% terhadap PDB.  “Ini menjadi alarm untuk Indonesia, agar kembali mengaktifkan mesin pendulang valas. Jika tidak, CAD akan terus tertekan,” papar Budi.

Saat ini, lanjut Budi, Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditas seperti batubara dan migas. Sementara ekspor non migas turun di tengah kenaikan harga impor bahan baku dan barang modal. Adapun, terjadi defisit pada sektor neraca migas akibat impor migas seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan minyak lebih tinggi selama lebaran dan liburan sekolah.

Adapun, untuk menekan defisit transaksi berjalan, pemerintah Indonesia pekan ini mengumumkan sejumlah langkah untuk mengendalikan impor, baik pada barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Bahana TCW Investment Management  mengapresiasi positif langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki neraca pembayaran.

“Pemerintah harus mempercepat upaya untuk memanfaatkan penguatan dollar dan kenaikan harga energi minyak baik melalui kebijakan substitusi energi (B20 biodiesel) dan memacu pariwisata dan manufaktur yang bisa menghasilkan devisa bagi negara,” papar Budi.

Terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada hari ini, Budi menyarankan agar bank sentral tak perlu menaikkan suku bunga BI-7 Days Reverse Repo Rate kali ini. “Real interest rate sudah positif. Sementara pertumbuhan kredit belum sesuai harapan. Pelemahan Rupiah lebih disebabkan impor minyak yang mencapai 18.6% yoy sejak Januari hingga Mei tahun ini,” jelasnya

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Bahan baku plastik

Kamis, 25 April 2024 - 16:05 WIB

Impor Bahan Baku Plastik Tak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin, Ini Alasannya

Pemerintah telah mengambil langkah responsif untuk menanggapi isu-isu yang dapat mengganggu kelangsungan usaha, salah satunya melalui pemberlakuan peraturan terbaru mengenai kebijakan dan pengaturan…

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita

Kamis, 25 April 2024 - 15:40 WIB

Di Ajang Business Forum Hari Kedua Hannover Messe, RI Pamerkan Keunggulan dan Inovasi Teknologi Industri

Paviliun Indonesia dalam Hannover Messe 2024 kembali mempersembahkan Business Forum untuk mendorong kolaborasi dan kerja sama antara para pelaku industri di dalam negeri dengan negara-negara…

PempekRoyal

Kamis, 25 April 2024 - 15:05 WIB

Siap Support Franchisee di Seluruh Indonesia, PempekRoyal Hadirkan Solusi Bisnis Makanan Tidak Tergantung Chef

Bisnis makanan seringkali mengalami kendala chef mengundurkan diri, dan ketika terjadi pergantian chef, rasa berbeda, maka jumlah konsumen menurun. Di luar itu, juga ada resiko membuang produk…

Dok. Kommo

Kamis, 25 April 2024 - 14:45 WIB

WhatsApp Chatbot dari Kommo: Hadir Karena Kesadaran akan Pentingnya Menghadirkan Solusi Fleksibel untuk Bisnis

Perubahan lanskap bisnis dewasa ini telah menuntut adaptasi yang cepat dari perusahaan-perusahaan di berbagai sektor. Dengan berkembangnya teknologi dan perubahan perilaku konsumen, bisnis tidak…

Dwidayatour Carnival 2024

Kamis, 25 April 2024 - 13:27 WIB

Dwidayatour Gelar Dwidayatour Carnival presented by.Mandiri di Gandaria City

Memasuki tahun ke-8, Dwidayatour Carnival presented by Mandiri digelar kembali. Pameran produk wisata yang kerap ditunggu-tunggu para pecinta travel ini akan kembali digelar di Gandaria City,…