Lobster, Primadona Tanah Air, Raja di Negeri Orang

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Senin, 26 Maret 2018 - 07:59 WIB

Menteri Susi Pudjiastuti (dok humas)
Menteri Susi Pudjiastuti (dok humas)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Di percaturan bisnis hasil budi daya laut berupa Lobster, Vietnam saat ini nongkrong di posisi puncak sebagai pengekspor Lobster global terbesar.

Menikmati devisa yang cukup besar dari panganan laut yang harganya cukup mahal ini, negeri Paman Ho ini justru tak memiliki sumber benih Lobster.

Ironisnya Indonesia sebagai sumber benih berkualitas tinggi, nyaris tak menikmati margin dari harga Lobster.

Vietnam saat ini memang tercatat sebagai negara pengekspor lobster terbesar dunia.

Selama 12 tahun hingga tahun 2015 lalu, Vietnam mampu mengekspor rata-rata 1.000 ton lobster per tahun.

Bahkan beberapa tahun terakhir negeri Paman Ho ini mampu meningkatkan volume ekspornya hingga tiga-empat kali lipat, menjadi 3.000 - 4.000 ton per tahun.

Apakah Vietnam memiliki kiat khusus dalam budi daya lobster yang cukup mumpuni, sehingga mampu menjadi raja lobster dunia? Ternyata tidak ada trik dan kiat khusus buat para pengekspor lobster di negara tersebut.

Kuncinya cuma satu, mengimpor besar-besaran bibit dan benih (juvenile) lobster dari negara penghasil benih lobster berkualitas.

Dan negara pemilik benih lobster tersebut adalah Indonesia.

Sangat ironis, ketika memandang Vietnam yang tidak memiliki budidaya benih lobster di daerahnya, mampu menjadi pengekspor lobster dunia.

Sementara Indonesia sebagai kawasan tersubur untuk berkembangbiaknya losbter, hanya menjadi penonton mengalirnya devisa dan margin ke Vietnam.

"Vietnam justru jadi negara pengekspor lobster terbesar di dunia, padahal dapat bibit dari Nusa Tenggara Barat, Indonesia," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beberapa waktu silam, ketika memaparkan potensi budidaya lobster nasional yang justru dinikmati oleh negara lain.

Dalam catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hingga tahun 2015 Vietnam menjadi pengekspor lobster terbesar di dunia selama 12 tahun, dengan volume ekspor rata-rata 1.000 ton per tahun.

Berkebalikan dengan Indonesia, yang justru hanya membukukan volume ekspor rata-rata hanya 10 ton sampai 50 ton.

Angka ekspor tertinggi pernah dikecap Indonesia pada tahun 2009, hanya sebesar
338 ton.

Demi menjaga keunggulan budidaya laut nasional termasuk meningkatkan harkat hidup para pelaku budidaya lobster di Tanah Air, KKP pun melansir Peraturan Menteri KP No. 1/2015, yang isinya melarang ekspor benih lobster dan lobster dalam keadaan bertelur. Aturan ini efektif berlaku sejak 6 Januari 2015.

Kebijakan ini sekaligus menutup ruang bagi Vietnam mengimpor benih lobster dari Nusa Tenggara Barat.

Saat itu Susi menyatakan keprihatinannya bahwa bibit anakan (juvenile) lobster Indonesia tiap tahunnya diekspor ke Vietnam dalam jumlah yang tidak kecil, yaitu 8 juta ekor per tahun.

Lobster yang sebesar kelingking atau kurang lebih 10 gram diekspor sebanyak 8 juta ekor per tahun. Bila yang 10 gram menjadi 300 gram ketika besar, maka itulah selisih 2.400 ton ekspor lobster Indonesia yang hilang," papar Susi dalam Rakernas Ditjen Perhubungan Laut, di Kemenhub beberapa tahun silam pascapenerapan Peraturan Menteri KP No. 1/2015.

Keluarnya Peraturan Menteri KP No. 1/2015 ini apakah lantas berhasil menjegal Vietnam menjadi raja Lobster karena pintu pasokan dari Indonesia sudah tertutup? Sayangnya tidak.

Beleid yang dilansir Susi ternyata tak menghentikan pasokan benih dan juvenile lobster ke Vietnam, karena aksi penyelundupan lewat berbagai modus terus terjadi pascapenerapan aturan tadi.

Padahal, saat permen tersebut diterbitkan, KKP telah menggandeng Kementerian Perhubungan untuk ikut menjaga sejumlah pintu keluar untuk penyelundupan, termasuk di sejumlah pelabuhan-pelabuhan besar di Tanah Air.

Pihak KP saat itu menyebut sejumlah titik rawan yaitu Selat Melaka, Belawan, Batam, Natuna, Bitung, Morotai, atas utara Papua, Halmahera, Arafuru, perbatasan NTT, dan Bali.

Ketika jalur-jalur penyelundupan yang biasa dilakukan lewat perariran dijaga ketat, baru-baru ini terungkap modus baru penyelundupan benih dan juvenile lobster, yang dilakukan lewat angkutan udara.

Jajaran petugas Bea dan Cukai di Bandara Soekarno-Hatta baru-baru ini mengamankan ribuan baby lobster yang hendak diselundupkan.

Sebanyak 71.982 ekor baby lobster dikemas ke dalam plastik dan dimasukkan ke dalam empat koper besar dan akan dicoba untuk diterbangkan ke luar negeri pada 22 Februari 2018 dengan menggunakan pesawat Lion Air JT 0162 tujuan Singapura.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang hadir saat konferensi pers pengungkapan kasus penyelundupan benih lobster di kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang (23/2) mengatakan, pemeriksaan berawal dari informasi yang diterima petugas.

Dicek bagasi penumpang namun tidak ditemukan. Kemudian, petugas memeriksa bagasi yang telah dimuat di lambung pesawat sampai barang bawaan di kabin," kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, ketika pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh, didapat empat koper yang berisi ribuan bayi lobster yang dikemas dalam plastik bening dengan diberi rongga udara.

Paket ini kemudian disusun sehingga masuk dalam koper.

Usai menemukan bayi lobster, petugas langsung melacak pemilik koper tersebut dari daftar manifes penumpang tersebut, dan didapati empat orang yang diduga sebagai kurir berinisial YYA, AJ, PF, dan MRW serta PMW yang juga diduga berperan sebagai pengendali jaringan penyelundupan.

Pada hari yang sama, personil keamanan penerbangan (aviation security/avsec) juga menemukan satu koper berisi 14.507 ekor bayi lobster di security check point (SCP) 1 Terminal 2D.

Belakangan diketahui koper tersebut juga akan dibawa dengan pesawat yang sama dengan empat koper yang ditemukan sebelumnya, menuju Singapura.

"Benih lobster termasuk hasil laut yang dilarang penangkapannya berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan," tutur Sri Mulyani.

Para pelaku bakal dikenakan Pasal 102A huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Kepabeanan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Sementara itu Susi Pudjiastuti merasa prihatin bahwa langkah larangan ekspor benih lobster lewat penerbitan Permen tak menghentikan aksi penyelundupan.

Ia menyebut sejatinya aksi penyelundupan ini sudah marak sejak tahun 2000, dan telah mengakibatkan kerugian hingga ratusan miliar.

Susi menyebut, jika saja penyelundupan ini tidak terjadi, Indonesia bisa menikmati keuntungan yang cukup besar dari penjualan lobster.

Dikatakannya, harga satu lobster dewasa khusus untuk lobster mutiara dengan ukuran 0,5 kg 1 kg bisa mencapai Rp 1,5 juta - Rp 2 juta,.

Sedangkan lobster hijau sedikit lebih murah, sekitar Rp 500.000 per kilogramnya.
Menurut Susi, hampir 60 juta bayi lobster dari Indonesia hilang setiap tahun.

Jika hal ini tidak ditangani, bukan hanya nelayan yang akan merugi, tapi ke depan masyarakat Indonesia akan kesulitan menikmati lobster, karena bisa jadi masyarakat harus mengimpor dan membayarnya dengan harga mahal.

"Vietnam itu ekspornya melebihi 30 triliun lobster, dan tidak satu ekor bibit itu ada di Vietnam. Semuanya dari kita, masa kita mau biarkan terus? Nanti lama-lama Indonesia mau makan lobster pun harus impor," ujar Susi.

Sementara itu Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) DKI Jakarta Habrin Yake menyebutkan, negara tujuan penyelundupan bayi lobster sebagian besar adalah Vietnam dan Hongkong.

Penyelundupan bayi lobster ini bahkan dinilai semakin rapi menyerupai perdagangan narkotika dan obat-obatan berbahaya. "Sudah mirip dengan perdagangan narkoba, tapi modusnya selalu sama, pakai koper," ujar Habrin.

Kementerian Kelautan dan Perikanan tampaknya masih menghadapi tantangan untuk menyadarkan masyarakat, betapa makin besarnya keuntungan yang bisa diraih jika benih lobster tetap dibudidayakan di dalam negeri, dan bukan untuk menguntungkan negara lain dengan cara ilegal.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.