Pembelian Rumah DP 0 Persen Why Not?

Oleh : Muhammad Musa | Selasa, 16 Januari 2018 - 10:38 WIB

Ilustrasi Perumahan
Ilustrasi Perumahan

Terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, tidak terlepas dari senjata kampanye mereka berdua yang ampuh, antara lain berupa janji down payment (DP) 0 persen untuk pembelian rumah. Tujuan program ini adalah memberi solusi kepemilikan rumah bagi warga DKI Jakarta yang kurang mampu dengan uang DP yang ditanggung terlebih dulu oleh pemerintah daerah. Nantinya, peserta program DP 0 persen dapat mencicil uang DP kepada pemerintah dan bisa melanjutkan cicilan bulanan dalam jangka waktu relatif panjang. Menurut Anies dan Sandi, program itu sudah diterapkan di negara lain. Bahkan, jika mengacu pada aturan Bank Indonesia, hal itu bisa diterapkan di Indonesia.

 

Namun demikian, tidak sedikit dari warga DKI Jakarta yang meragukan program tersebut, mengingat tingginya harga tanah di Jakarta, pastinya masyarakat tetap akan terbebani pembayaran cicilan yang tidak murah. Dengan demikian ada yang berpendapat secara serkasme bahwa ini hanyalah janji-janji manis kampanye semata, sehingga setelah terpilih pastinya janji tersebut akan dilupakan disamping juga sulit untuk direalisasikan.

Masih teringat oleh kita acara debat ketiga antara pasangan calon gubernur DKI Jakarta, pada 10 Februari 2017. Pada perdebatan tersebut cawagub Djarot Saiful Hidayat mengingatkan Anies-Sandiaga terkait DP 0 persen untuk pembelian rumah bagi warga kurang mampu, merupakan program yang terlalu muluk dan sangat sulit dilaksanakan, sebab pastinya akan terbentur dengan peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Loan to Value yang berlaku saat ini kredit kepemilikan properti harus ada DP. Besaran DP tersebut minimal 15 persen dari harga rumah untuk kepemilikan rumah pertama, sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh Agus D.W. Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (Jum’at, 17/2/2017)

Senada dengan itu, direktur Utama Bank BCA, Jahja Setiaatmadja, juga berpendapat yang sama. Beliau menambahkan bahwa program tersebut secara teori mungkin bisa saja dilaksanakan di bank pemerintah, seperti Bank DKI, tetapi secara hukum itu melanggar peraturan Bank Indonesia. Sedangkan di bank swasta, KPR tanpa DP itu mutlak tidak mungkin bisa diterapkan. Dengan kata lain, hanya dalam teori saja program tersebut bisa, tetapi di dalam praktik tidak mungkin dilaksanakan. (Kamis, 16/2/2017, kumparan.com). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rohan Hafas.

Sejalan dengan pendapat dirut Bank BCA, ekonom BCA David Sumual mengatakan, membeli rumah tanpa uang muka juga bisa jadi ajang para spekulan. Ketika ada program rumah murah tanpa uang muka, orang akan berbondong-bondong mengajukan kredit ke perbankan. Mereka membeli rumah bukan untuk tempat tinggal namun sebagai tempat memutar uang, artinya rumah ini akan dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Jadi secara regulasi BI yang melarang DP KPR 0 persen, disamping itu juga berdampak buruk pada perekonomian negara. Sehingga sulit untuk diterapkan.

Disamping itu pada pasal 14 ayat 1 PBI Nomor 18/16/2016, juga dijelaskan bahwa Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KP, PP, KKB, dan PKB kepada debitur atau nasabah. "Kalau pun bisa ya harus disubsidi pemerintah. DP nya dibayarin pemerintah jadi kayak subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat). Tapi itu rentan, takutnya salah sasaran subsidi ini," tandasnya (kumparan.com).

Menjawab itu semua, Anies menjelaskan bahwa program DP 0 persen itu sebenarnya sederhana saja, layaknya skema kredit perumahan rakyat (KPR) biasanya. Masyarakat harus melewati prosedur yang ada. Dalam hal ini pemerintah DKI hanya ingin membantu terkait DP saja pada saat pengajuan pembiayaan perumahan ke Bank DKI. Anies menambahkan bahwa suplai rumahnya sudah banyak dibangun, yang belum mekanisme pembiayaannya. (debat cagub-cawagub DKI Jakarta 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat, 10/2/2017).

DP 0 persen dalam Tinjauan Syariah

Jika program DP 0 persen diterapkan dengan sistem keuangan syariah, maka tidak ada yang tidak mungkin dan pastinya tidak akan bertentangan dengan peraturan bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 (yang mewajibkan bank, maupun pengembang yang memberi kredit perumahan wajib meminta DP kepada pembelinya minimal sebesar 15 persen dari harga rumah tersebut). Pasalnya kini sudah ada undang-undang tersendiri tentang perbankan syariah yaitu Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008,  sehingga tidak berdampak buruk pada perekonomian negara. Sistem keuangan syariah justru dapat bertahan di tengah kriris keuangan global yang terjadi ditahun 2008 akibat kredit macet KPR (subprime mortgages) di Amerika Serikat, yang kemudian merembet ke krisis perbankan dan ekonomi global.

Sistem keuangan syariah mampu bertahan ditengah krisis global, karena sistem tersebut melarang beberapa bentuk transaksi yang membahayakan keberlangsungan hidup manusia secara umum yaitu riba, gharar, maysir, tadlis. Sebagai contoh dilarangnya riba (interest/bunga pinjaman) karena riba tidak lebih hanya mengeksploitasi pihak yang membutuhkan kredit, sehingga berdampak pada ketidak seimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil. Setiap individu dan lembaga keuangan pastinya merasa lebih nyaman mendapatkan uang dari bunga (riba). Jika itu terjadi pastinya sektor riil tidak bergerak, akibatnya perdagangan barang dan jasa jadi terhambat, dan ekonomi masyarakat memburuk serta mengundang terjadinya krisis yang lebih besar.

Subprime mortgages di Amerika dapat terjadi karena adanya tadlis (asymetric information) ketika salah satu pihak tidak mengemukakan kelemahan atau risiko yang terdapat pada objek transaksi. Misalnya, menjual mortgage based securities yang sedang bermasalah karena para pemilik KPR-nya tidak sanggup membayar cicilan. Ketidaksanggupan tersebut disebabkan karena tidak adanya kepastian harga rumah yang dipengaruhi oleh tingkat bunga bank (riba), oleh karena itu tidak menutup kemungkinan harga rumah akan melambung tinggi melebihi kemampuan bayar nasabah.

Dalam tinjauan syariah, pembelian rumah dengan DP 0 persen dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa mekanisme pembiayaan dengan skema akad yang mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu:

Akad murabahah

Dalam hal ini bank dapat membeli terlebih dahulu perumahan yang nantinya akan dijual kepada nasabah. Hal ini berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW, “Janganlah kamu menjual sesuatu yang belum ada padamu”. Maka berdasarkan hadits ini, ada dua persyaratan mutlak yang harus dilakukan oleh bank yaitu penguasaan terhadap rumah tersebut, yang dapat dibuktikan dengan legalitas (qabd hukmi) atau penguasaan secara fisik (qabd hakiki). Setelah itu bank dapat menjual rumah tersebut kepada nasabah berdasarkan harga yang telah ditetapkan diawal dan jangka waktu sesuai kesepakatan bersama. Dengan demikian nasabah mempunyai gambaran pasti terhadap harga rumah yang akan dibeli dari bank. Sebagaimana penjelasan fatwa nomer: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, yaitu antara lain:

1.Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dan jangka waktu pembayaran.
2.Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
3.Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli ditambah marjin keuntungan dan biaya-biaya yang diperlukan.
4.Nasabah membayar harga barang tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Jika harga rumah tidak ada kepastian karena dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, maka dapat dimungkinkan harga melambung tinggi melebihi kemampuan bayar nasabah, maka ini yang disebut dengan gharar.

Disamping fatwa nomer: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, ada fatwa penunjang lainnya yang menguatkan akad murabahah, yaitu fatwa nomer: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah dan fatwa nomer: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah.  

Akad al-Ijarah Muntahiyah bi at-tamlik (IMBT)

Selain akad murabahah ada akad IMBT, nasabah dapat membeli rumah yang diawali dengan cara sewa (ijarah), sesuai jangka waktu yang disepakati. Setelah masa ijarah selesai, ada perjanjian (wa’ad) yang menyertai akad ijarah diawal transaksi tersebut untuk pemindahan kepemilikan dengan cara jual beli (bay’) atau hibah. Hal ini sebagaimana dijelaskan pada fatwa nomer: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah Muntahiyah bi at-tamlik. Jika gubernur Ahok telah menerapkan sistem sewa kepada warga DKI yang menempati rusun yang telah dibangun dimasa pemerintahannya, maka gubernur Anies dan wakil gubernur Sandi dapat melanjutkan kebijakan tersebut dengan ditambah kebijakan berapa lama warga DKI tersebut harus menyewa yang kemudian disertai dengan wa’ad dari pemerintah DKI untuk menghibahkannya.

Akad musyarakah mutanaqisah (MMQ),

Akad MMQ adalah pengembangan dari akad musyarakah atau syirkah, yang kepemilikan asset atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian bagian atau porsi (hishshah) atas kepemilikan aset tersebut secara bertahap oleh pihak lainnya. Dalam hal ini warga DKI yang kurang mampu dapat membeli rumah dengan DP yang diperoleh dari haknya sebagai mustahik zakat. Pemerintah DKI dapat memaksimalkan pemberdayaan unit usaha syariah (UUS) bank DKI dan BAZNAS DKI untuk menggalang zakat, antara lain zakat perusahaan berupa Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan swasta yang bermitra dan BUMD DKI sendiri. Hal ini dijelaskan dalam pasal 4, ayat (2), Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Tentang perbankan syariah, “Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat”.
    
Skema-skema tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah DKI dengan memaksimalkan peran unit usaha syariah (UUS) bank DKI. Diharapkan kedepan unit usaha syariah bank DKI terus tumbuh berkembang menjadi bank umum syariah (BUS). Namun seiring dengan itu semua,  pemerintah DKI tentunya telah memikirkan kelangsungan dari warga DKI yang memanfaatkan program pemerintah DKI DP 0 persen tersebut untuk dapat menunaikan kewajibannya dalam upaya memiliki hunian. Program One Kecamatan One Center Enterpreneurship (OK OCE) merupakan sisi lain dari penguat program 0%, layaknya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena hal tersebut harus berjalan beriringan untuk mewujudkan cita-cita “maju kotanya, bahagia warganya”.  

Muhammad Musa, alumni Universitas Al-Azhar, Mesir

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan OCBC 2024

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:42 WIB

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan OCBC 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2024 di OCBC Tower, Jakarta. Dalam rapat tersebut, Bank memperoleh persetujuan atas seluruh mata acara…

Petugas Bank Mandiri mengecek keuangan yang akan ditukarkan ke masyarakat

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:39 WIB

Antisipasi Kebutuhan Nasabah pada Ramadhan & Idul Fitri, Bank Mandiri Siapkan Uang Tunai Secara Net sebesar Rp 31,3 Triliun

Bank Mandiri menyiapkan net kebutuhan uang tunai sekitar Rp 31,3 triliun untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat selama 30 hari ke depan, yaitu pada 18 Maret –…

Gelar Safari Ramadan, Jamkrindo Lakukan Kegiatan Sosial di Tarakan

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:27 WIB

Gelar Safari Ramadan, Jamkrindo Lakukan Kegiatan Sosial di Tarakan

Dalam rangka Ramadan, sekaligus sebagai rangkaian peringatan HUT ke-54 pada tanggal 1 Juli 2024 mendatang, PT Jamkrindo melakukan kegiatan Safari Ramadan di beberapa daerah. Dalam kegiatan Safari…

Danamon dan Central Park Mall Berkolaborasi Perkuat Ekosistem Finansial

Selasa, 19 Maret 2024 - 07:15 WIB

Danamon dan Central Park Mall Berkolaborasi Perkuat Ekosistem Finansial

Sebagai bagian dari komitmen untuk mengembangkan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) menjadi grup keuangan terkemuka, dengan profitabilitas yang berkelanjutan, Danamon terus melakukan berbagai…

Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Biaya Kuliah Tinggi, Pinjaman Pendidikan Jadi Solusi?', Senin (18/3).

Selasa, 19 Maret 2024 - 07:15 WIB

Wow! Kabar Baik bagi Mahasiswa yang tidak mendapatkan KIP, Pemerintah Bakal Siapkan Pinjaman Lunak Tanpa Bunga

Jakarta, FMB9 - Pemerintah tengah mengkaji pinjaman sangat lunak untuk mahasiswa sebagai solusi pendanaan pendidikan di perguruan tinggi. Masih belum terjangkaunya biaya pendidikan tinggi bagi…