Bilakah Industri Manufaktur Indonesia Memproduksi Sedan

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Minggu, 05 November 2017 - 13:01 WIB

Pembuatan Sedan Mercedes-Benz, Gunung Putri Bogor (Rizki Meirino/INDUSTRY.co.id)
Pembuatan Sedan Mercedes-Benz, Gunung Putri Bogor (Rizki Meirino/INDUSTRY.co.id)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Manufaktur otomotif di Tanah Air dinilai terlalu berorientasi pada pasar lokal yang telah terkunci oleh selera publik pada mobil Multi Purpose Vehicle (MPV). Tak adanya produksi selain MPV di dalam negeri membuat daya saing produk otomotif Indonesia melempem di pasar global, yang didominasi oleh segmen sedan.

Sejak beberapa dekade silam, segmen kendaraan penumpang roda empat seperti menjadi penguasa di jalan-jalan raya di Tanah Air. Kendaraan yang belakangan disebut sebagai multi purpose vehicle (MPV) ini, memang sempat mengalami penurunan penguasaan ceruk pasar di pasar mobil domestik pada tiga tahun terakhir, dari 64% pada tahun 2013 menjadi sebesar 57% pada tahun 2016 lalu.

Atau bahkan belakangan kedigdayaan mobil MPV mulai digerogoti oleh kehadiran mobil low cost green car alias kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2). Namun tetap saja MPV dicatat sebagai pemegang mahkota di urutan pertama angka penjualan.

Digdaya-nya MPV di pasar domestik tentunya tak terlepas dari kebijakan yang amat bersahabat buat produk otomotif roda empat jenis ini. Alkisah, para produsen atau manufaktur yang memproduksi atau merakit mobil MPV di dalam negeri, menerima privilege pengenaan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) hanya sebesar 10%.

Jadi, mobil-mobil jenis kendaraan penumpang atau niaga, kendaraan 4x2, dan hatchback bisa dijual lebih kompetitif dibandingkan sedan. Sedan sendiri dianggap sebagai kendaraan mewah dan dinilai sebagai kelas kebutuhan substitusi dari kebutuhan primer, sehingga jenis kendaraan ini dikenai PPnBM hingga 30%. Harga jualnya pun menjadi 'wah', dan tak bisa kompetitif dengan saudaranya di kelas MPV atau low MPV.

Sementara itu pasar di Tanah Air pun cukup adaptif, mereka menjadikan MPV sebagai kendaraan utama, yang bisa digunakan di saat apapun. Pada akhirnya, bisa dilihat hingga saat ini segmen produk MPV menjadi raja di pasar otomotif nasional. Dari sisi para manufaktur pun, memproduksi MPV akan jauh lebih menguntungkan dibanding sedan.

Hal ini berbanding terbalik dengan selera publik global terhadap kebutuhan kendaraan roda empat mereka. Berdasarkan data yang dilansir oleh laman resmi GAIKINDO (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), disebutkan bahwa saat ini pangsa pasar sedan di dunia adalah sebesar 54%.

Sementara pangsa MPV amat sangat mini, hanya sebesar 4%, masih jauh di bawah pangsanya kendaraan sport (SUV) yang sebesar 25% atau bahkan pick up yang sebesar 17%.

Akibatnya, Indonesia yang memang sudah jadi jagoan MPV di sini, gak mampu membuka pasar ekspor. Soalnya pasarnya MPV di dunia itu amat kecil. Sisa produksi kita tak banyak yang bisa diserap, kata Jongkie D Sugiarto, Ketua I Gaikindo dalam satu kesempatan diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Minat memproduksi sedan dari kalangan manufaktur di dalam negeri pun menjadi minim, karena mereka melihat pasar sudah kadung dikuasai oleh selera publik di MPV. Akhirnya mekanisme pasar yang berlaku, ketika pasar domestik amat rendah menyerap produk sedan, manufaktur pun enggan karena proses produksinya tak akan mencapai skala ekonomi dan bakal berhadapan dengan potensi rugi.

Sementara dari sisi masyarakat, telah terbangun selera publik yang amat bersahabat buat jenis MPV. Sedangkan sedan sudah terbentuk mindset di masyarakat sebagai kendaraan premium, akibat harga yang relatif mahal sebagai buah dari tingginya PPnBM yang sekitar 30%.

Berbeda dengan Thailand, yang selama ini dikenal sebagai departmen store atau mal-nya industri kendaraan roda empat. Di negeri Gajah Putih ini, diproduksi segala jenis kendaraan baik berupa MPV, sedan hingga kendaraan sport (SUV). Dan Thailand mampu memaksimalkan keuntungan komparatifnya dengan memasok produk-produk sedannya ke sejumlah negara di kawasan Asia termasuk Australia.

Disampaikan Jongkie, idealnya Indonesia bisa memasok produk sedan seperti halnya Thailand ke sejumlah negara. Di pasar Australia misalnya, produk sedan begitu menguasai segmen pasar otomotif di sana. Sementara itu saat ini tak ada lagi manufaktur produsen kendaraan roda empat yang beroperasi, sehingga mengimpor produk otomotif dari negeri tetangga semisal Thailand menjadi pilihan paling logis.

Sedikit cerita soal pasar otomotif di Negeri Kangguru, sejumlah manufaktur memang telah menghentikan lini produksi mereka di sana, sebut saja Ford, Toyota, serta General Motors. Persoalan tingginya upah tenaga kerja dan rendahnya bea masuk impor menjadi penyebab kematian manufaktur otomotif di Australia.

Padahal, angka penjualan mobil di sana cukup menggiurkan. Berdasarkan angka yang dilansir dari Australian Federal Chamber of Automotive Industries disebutkan bahwa tiap tahunnya terjual lebih dari satu juta unit mobil. Pada tahun 2016 saja terjual sebanyak 1,17 juta unit, atau naik 2% dibanding tahun sebelumnya.

Sedan pun menjadi kendaraan favorit di Australia. Itulah sebabnya Indonesia tak mampu berbuat banyak untuk ikut berkontribusi pada penjualan mobil di negeri Kangguru karena produk MPV bukanlah barang yang disukai di sana.

Indonesia kini dihadapkan pada tantangan untuk bisa ikut masuk ke pasar negeri jiran Australia. Hanya saja dibutuhkan upaya awal dengan menjadikan sedan kembali menjadi 'milik' masyarakat umum, tak sekedar kelas segmen tertentu saja. Para manufaktur otomotif lokal pun diharapkan berkenan untuk memproduksi sedan.

Tentu ada prasyarat awal agar sedan bisa kembali diterima publik domestik. Soal teknologi, Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan tak akan ada perubahan banyak pada struktur lini produksi. Hal pertama tentu perihal perpajakan yang harus segera dibenahi.

Disampaikan Nangoi, sejauh ini para manufaktur memilih membuat MPV karena PPnBM yang lebih rendah sehingga harga produk akhir bisa lebih kompetitif. Untuk itu pihaknya akan berbicara kepada pemerintah untuk mengajukan penyamaan perpajakan, sehingga produk sedan akan bisa sama kompetitifnya dengan MPV.

Selain itu, kata Nangoi, sudah seharusnya manufaktur di Indonesia siap dengan adanya potensi perubahan selera pasar ke arah sedan atau produk otomotif lainnya. Ia mencontohkan Amerika Serikat yang pada dekade-dekade sebelumnya begitu percaya diri dengan selera publik Amerika pada tipikal mobil bersilinder besar.

Belakangan ketika masuknya para manufaktur Jepang yang mengusung mobil lebih kompak dan bersilinder lebih kecil yang memungkinkan mobil menjadi lebih irit bahan bakar, selera konsumen di Negeri Paman Sam pun berubah.

Manufaktur Amerika berusaha menyesuaikan diri karena selera juga berubah. Sementara mereka selama ini tak memperhatikan pasar ekspor karena sulit memasukkan mobil besar ke Jepang misalnya. Akibatnya kini penjualan mobil Jepang yang kuat di Amerika Serikat, ujar Nangoi. Amerika kini tak lagi jadi tuan rumah di negeri sendiri, imbuhnya.

Berkaca pada Amerika Serikat, Nangoi berharap pemerintah memberikan insentif pada para pelaku industri agar bisa memproduksi segala jenis mobil di dalam negeri. Selain untuk mengantisipasi perubahan selera publik, dus untuk bisa menyiasati pasar ekspor yang kini dikuasai oleh produk sedan dan SUV.

Kalau pasarnya berubah dan kita terlambat mengantisipasi, begitu orang sudah mulai suka sedan, pemerintah tidak mendukung industri, tidak ada pabrik sedan di sini. Maka semua akan impor, ujarnya.

Nangoi membayangkan, begitu PPNBM untuk produk mobil sedan diturunkan, harga sedan akan makin kompetitif dan dipastikan akan laku di pasaran. Sementara itu para manufaktur akan memilih memproduksi di dalam negeri ketimbang harus impor yang berpotensi pada pengenaan bea masuk. Buat mereka lebih baik buat sedan sendiri. Kan mulai naik market-nya, imbuh Nangoi.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Aslog Dankormar Tandatangani Naskah Memorandum

Sabtu, 20 April 2024 - 05:12 WIB

Aslog Dankormar Tandatangani Naskah Memorandum

Menjelang acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Asisten Logistik Komandan Korps Marinir (Aslog Dankormar) dilaksanakan memorandum Serah Terima Jabatan dari pejabat lama Kolonel Marinir Tri Subandiyana,…

Menhan Prabowo Subianto Terima Kunjungan Mantan PM Inggris Raya Tony Blair Diskusi Isu Global

Sabtu, 20 April 2024 - 05:04 WIB

Menhan Prabowo Subianto Terima Kunjungan Mantan PM Inggris Raya Tony Blair Diskusi Isu Global

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menerima kunjungan Perdana Menteri Inggris Raya (1997-2007) dan Executive Chairman Tony Blair Institute, Mr. Tony Blair, di Kementerian Pertahanan, Jakarta,…

Panglima Jenderal TNI Agus Subiyanto Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi Papua

Sabtu, 20 April 2024 - 04:57 WIB

Panglima Jenderal TNI Agus Subiyanto Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi Papua

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menghadiri Rapat Koordinasi membahas perkembangan situasi di Papua dan Rapat Koordinasi membahas penyelesaian masalah lahan antara Pemda Sumatera Selatan…

Tim voli putri profesional dengan nama Jakarta Livin’ Mandiri

Jumat, 19 April 2024 - 19:28 WIB

Siap Tanding ! Bank Mandiri Resmi Umumkan Tim Proliga 2024 Putri, Jakarta Livin' Mandiri

Menjelang kompetisi voli terbesar di Indonesia, Proliga 2024, Bank Mandiri secara resmi mengumumkan tim voli putri profesional dengan nama Jakarta Livin’ Mandiri (JLM). Tim yang terdiri dari…

Gelorakan Sportivitas, PIS Jadi Sponsor Tim Voli Jakarta Pertamina Enduro dan Jakarta Pertamina Pertamax

Jumat, 19 April 2024 - 19:20 WIB

Gelorakan Sportivitas, PIS Jadi Sponsor Tim Voli Jakarta Pertamina Enduro dan Jakarta Pertamina Pertamax

Jakarta- PT Pertamina International Shipping menjadi salah satu sponsor resmi tim voli Jakarta Pertamina Pertamax dan Jakarta Pertamina Enduro yang akan berlaga di kompetisi Proliga 2024 musim…