Giliran Industri Asal Jepang Kepincut Pasar Kretek Tanah Air

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Minggu, 08 Oktober 2017 - 09:05 WIB

Japan Tobacco (images/Reutersmedia.net)
Japan Tobacco (images/Reutersmedia.net)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Ketika otoritas kesehatan di Tanah Air merasa prihatin dengan peningkatan jumlah para perokok, sejumlah pemodal asing di industri rokok justru melihatnya sebagai peluang untuk menangguk laba. Setelah Philips Morris International Inc  dan British American Tobacco, kini giliran Japan Tobacco yang masuk berekspansi ke Indonesia.

Ada kabar yang memprihatinkan terkait kesehatan masyarakat Indonesia. Dilansir oleh organisasi Tobacco Atlas yang masih berada di bawah naungan World Health Organization, Indonesia tercatat sebagai negarra dengan jumlah perokok terbanyak di dunia, di atas Rusia, China, Filipina dan  Vietnam. Tahun lalu Tobacco Atlas melansir bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai angka 90 juta orang, sebuah jumlah ynag cukup memprihatinkan.

Sementara itu Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan M  Subuh sempat memaparkan bahwa konsumsi rokok masyarakat Indonesia  mencapai lebih dari sepertiga jumlah penduduk atau 36,4%.

Diungkapkan Subuh di sela acara The 3rd Indonesian Conference on Tobacco or Health di Yogyakarta medio November 2016 lalu,  saat ini jumlah perokok pemula di Indonesia pun melonjak tinggi. Dari hasil survei indikator kesehatan nasional, prevalensi perokok di bawah usia 18 tahun pada 2015, meningkat dari 7,2% menjadi 8,8%. “Padahal kami menargetkan pada 2016 prevalensi merokok usia di bawah usia 18 tahun itu 6,4 persen bahkan menjadi 5,4 persen pada 2018,” katanya seperti dilansir Tempo

Fakta di atas tentu amat memprihatinkan jika kita memandangnya dari sisi kepentingan kesehatan masyarakat. Namun di sisi lain, ada yang menganggap angka yang dipaparkan Tobacco Atlas dan Kementerian Kesehatan RI tadi, bakal melahirkan peluang keuntungan. Pihak yang memiliki pandangan dan konklusi tersebut tentunya adalah manufaktur rokok.

Faktanya, hampir dalam dua satu dekade terakhir, sejumlah pelaku industri rokok global memang  sudah berekspansi masuk ke pasar Tanah Air, dengan mengakuisisi pemain lokal. Para pembaca tentu masih ingat dengan mega akuisisi PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk oleh raksasa produsen rokok asal Amerika Serikat, Philips Morris International Inc (PMI).

Pada tahun 2005 silam,  Philips Morris International Inc (PMI) rela merogoh kocek sebesar US$ 5,2 miliar atau Rp48 triliun untuk mengakuisisi PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), termasuk utang bersih sekitar Rp 1,5 triliun  dengan asumsi semua saham  dibeli seharga Rp10.600 per lembar saham. Padahal saat itu harga saham HMSP tercatat sebesar  Rp 8.850.

HM Sampoerna sejauh ini memproduksi sejumlah brand rokok kretek yang memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dalam negeri, lewat brand Djie Sam Soe, A Mild, dan Sampoerna Hijau. 

Empat tahun berikutnya, giliran  British American Tobacco (BAT) produsen rokok kedua terbesar dunia yang resmi mengambil alih 85% saham pengendali di perusahaan rokok terbesar nomor 4 di Indonesia, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA). BAT mengakuisisi saham mayoritas dari PT Rajawali Corpora dan para pemegang saham lainnya dengan harga US$ 494 juta. Beberapa brand yang cukup kuat dihasilkan RMBA antara lain  Star Mild, X Mild, dan Sejati.

Pesona pasar rokok di Tanah Air tampaknya masih memesona para pemain industri rokok global. Kendati sudah hadir dua raksasa rokok dunia di Indonesia. Setidaknya buat  produsen rokok terbesar asal Jepang, Japan Tobacco Inc. Japan Tobacco sempat menguasai  66,4% pangsa pasar rokok Jepang di tahun 2009 lalu. 

Tahun ini   Japan Tobacco Inc mengumumkan bahwa perusahaan telah menandatangani kesepakatan untuk membeli 100% saham PT Karyadibya Mahardhika (KDM) dan PT Surya Mustika Nusantara (SMN) senilai US$ 677 juta. Karyadibya merupakan anak usaha PT Gudang Garam  Indonesia Tbk (GGRM), yang memproduksi rokok kretek dengan brand Apache, Absolute Mild, Absolute Mild Menthol, Extreme Mild, dan Extreme Mild Menthol.

KDM mengoperasikan sembilan pabrik rokok kretek di Jawa dan menjual seluruh produknya di Indonesia melalui SMN. Jumlah pekerja di dua perusahaan ini mencapai 7.500 karyawan.

Dilansir dari  keterbukaan informasi Japan Tobacco kepada otoritas bursa Jepang,  transaksi ini ditargetkan selesai pada kuartal empat tahun keuangan 2017.

Disampaikan Musuo Iwai, Executive Vice President dan President Tobacco Business Japan Tobacco,  ketertarikan perusahaan  masuk ke Indonesia disebabkan karena negara ini merupakan pasar tembakau kedua terbesar dunia, dengan produk utama rokok kretek.

"Kami sangat gembira untuk masuk ke pasar kretek nasional Indonesia dengan mengakuisisi jaringan suplai KDM, termasuk procurement dan produksi, juga jaringan distribusi SMN yang lebih luas," ujarnya.

Iwai juga mengatakan bahwa  akuisisi ini akan menjadi ekspansi penting bagi rekam jejak perusahaan di emerging market untuk menjaga pertumbuhan kinerja perusahaan ke depannya. "Ini merupakan akuisisi penting pertama bagi kami di Asia Tenggara dan kesempatan baik bagi kami untuk mengembangkan bisnis di kawasan regional," jelasnya.

Japan Tobacco  sejauh ini  menjual produk-produknya ke lebih dari 120 negara, dengan merek-merek global seperti Winston, Camel, Mevius, LD and Natural American Spirit. Tahun lalu, perusahaan yang juga memiliki segmen bisnis farmasi dan makanan olahan ini meraup pendapatan senilai US$ 19,7 miliar.

Sementara itu KDM yang  didirikan pada tahun 2000 tercatat memiliki modal disetor  senilai Rp 3,437 triliun. Pemilik mayoritas perusahaan ini adalah PT Hari Mahardhika Usaha sebesar 99,99 persen. Penjualan bersih tahun lalu mencapai Rp 6,82 triliun.

Sedangkan   SMN memiliki modal disetor sekitar Rp 114,5 miliar dan mayoritas dimiliki pula oleh Hari Mahardhika Usaha. Perusahaan distributor rokok ini didirikan pada tahun 2008. Jumlah karyawan perseroan sekitar 6.500 orang dan penjualan bersih tahun lalu sekitar Rp 5,80 triliun.

Total nilai akuisisi masing-masing 100 persen saham KDM dan SMN tersebut adalah senilai US$ 677 juta ditambah kewajiban utang bersih senilai US$ 323 juta. Dengan demikian, total nilai akuisisinya adalah sebesar US$ 1 miliar.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.